Y a p m a

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIK) MAKASSAR

Alamat Jl. Maccini Raya No. 197 Makassar(0411) 436068

Menerima Mahasiswa Baru T.A. 2016-2017
PROGRAM STUDI :
* KESEHATAN MASYARAKAT
* S1 KEPERAWATAN
* PROFESI NERS

FACEBOOK CENTER
Created by:Razak Facebook

Kamis, 23 April 2015

ASKEB SKOPOFILIA



BAB I
P E N D A H U L U A N

Sesuatu yang tak lazim digolongkan sebagai kelainan. Begitu juga dalam kancah perilaku seksual. di seputar kita bisa dijumpai penderita parafilia, pengidap gangguan psikoseksual. Mereka, umumnya laki-laki, menyukai kegiatan seksual tidak lazim mulai dari mengintip, memamerkan alat kelamin, sampai mengenakan pakaian wanita.
Penderita memperoleh kepuasan seksual dari situ. Wanita yang diintip biasanya tak dia kenal. Mengintip menjadi cara eksklusif untuk mendapatkan kepuasan seksual. Anehnya, ia sama sekali tidak menginginkan berhubungan seksual dengan wanita yang diintip. Cuma berharap memperoleh kepuasan orgasme dengan cara masturbasi. 
Berbeda dengan pria normal - yang baru mendapatkan kepuasan seksual setelah melakukan persetubuhan (terkadang masturbasi) - penderita voyeurism sudah terpuaskan tanpa harus melakukan sanggama. Namun, penyuka film atau pertunjukan porno jangan takut dikatakan menderita kelainan ini, karena para pemain film itu dengan sengaja menghendaki dan menyadari bahwa mereka akan ditonton orang lain. 







BAB II
P E M B A H A S A N


A. Penyimpangan psikologis
Voyeurisme adalah sebuah kelainan jiwa, di dunia kedokteran dikenal sebagai istilah skopofilia. Ciri utama voyeurisme adalah adanya dorongan yang tidak terkendali untuk secara diam-diam mengintip atau melihat seseorang yang berlainan jenis atau sejenis tergantung orientasi seksual berbeda yang sedang telanjang, menanggalkan pakaian atau melakukan kegiatan seksual. Dari ini, penderita biasanya memperoleh kepuasan seksual.
Bila penderita adalah seorang pria, wanita yang diintip pada dasarnya tak dikenal. Mengintip menjadi cara eksklusif untuk mendapatkan kepuasan seksual. Anehnya, ia sama sekali tidak menginginkan berhubungan seksual dengan wanita yang diintip. Cuma berharap memperoleh kepuasan orgasme dengan cara masturbasi selama atau sesudah mengintip. Berbeda dengan seseorang yang normal, penderita voyeurisme sudah terpuaskan tanpa harus melakukan sanggama.
Voyeurisme tidak dapat dilekatkan kepada penggemar film dan pertunjukan porno, karena para pemain film itu dengan sengaja menghendaki dan menyadari bahwa mereka akan ditonton orang lain.
Voyeurism sejati tidak akan terangsang jika melihat seseorang yang tidak berpakaian di hadapannya. Mereka hanya terangsang dengan melakukan pengintipan. Dengan mengintip mereka mampu mempertahankan keunggulan seksual tanpa perlu mengalami risiko kegagalan atau penolakan dari pasangan yang nyata.
Selain voyeurisme, masih ada jenis lain parafilia, seperti ekshibisionisme, fetisisme, transvestisme, masokisme, paedofilia, dll. Ciri utama penyimpangan psikoseksual ini ialah timbulnya fantasi atau tindakan yang tidak lazim dan merupakan keharusan untuk mendapatkan kepuasan seksual. Fantasi ini cenderung berulang secara mendadak dan terjadi dengan sendirinya. Penyebab utamanya biasanya berhubungan dengan faktor psikologis. Sedangkan gangguan fungsi karena kelainan atau gangguan organik pada alat kelamin tidak dimasukkan dalam parafilia. 

Bila yang dibayangkan dalam fantasi penderita parafilia tidak bisa dimanifestasikan dengan sesungguhnya, baik saat melakukan kegiatan seksual sendirian atau dengan pasangan, maka hal yang dibayangkan haruslah terdapat dalam fantasi yang menyertai masturbasi atau persetubuhan. Karena saat itulah nafsu erotiknya baru bangkit. Sebaliknya, bila tidak terdapat fantasi parafiliak yang dibayangkan, maka kepuasan seksual atau orgasme tidak akan tercapai. 

Ciri lain parafilia, perilaku demkian umumnya tidak membuat mereka cemas atau depresi, meski dalam beberapa kasus ada juga yang merasa bersalah, malu, atau depresif karena seringnya melakukan kegiatan seksual tidak lazim itu. 

Namun, para penderita sering tidak mampu melakukan hubungan seksual yang penuh kasih sayang secara timbal balik. Juga terdapat disfungsi psikoseksual seperti nafsu seksual normal yang terhambat, orgasme terhambat, ejakulasi dini, atau pada wanita timbul diprapeunia (vagina terasa nyeri waktu melakukan hubungan seksual). 

Dalam dirinya juga terjadi gangguan kepribadian, terutama ketidakdewasaan emosi. Hubungan sosial dan seksual dapat terganggu bila perilaku seksual itu diketahui orang dekatnya, umpamanya istrinya. Atau bila pasangan seksualnya menolak ikut serta dalam kegiatan seksual tidak lazim itu. 

Penderita sendiri rata-rata tidak merasa atau menganggap dirinya sakit atau mengidap kelainan seksual sampai mendapat perhatian dokter akibat perbuatan seksual itu menimbulkan konflik di sekitarnya. 

Pendekatan pada penderita hendaknya dengan penuh pengertian, tidak dengan menghakimi atau mempersalahkan. Juga dicoba menyelami perasaan dan jiwa mereka karena acap kali gangguan itu terbentuk dari keinginan dan pengalaman masa lalu. 

B. Boneka wanita pun menggairahkan

Sementara itu penderita fetisisme (dari kata fetisy: simbol atau idola) kebanyakan menggunakan benda mati sebagai cara eksklusif untuk mencapai kepuasan seksual. Fetisy dapat berupa suatu bagian dari tubuh wanita seperti rambut, bulu kemaluan, atau kuku. Dapat juga berupa pakaian atau benda lain milik wanita macam BH, kaus kaki, syal, sepatu, dan tas. Ada pula yang berkaitan dengan fetisys di masa kecil. Misalnya, sewaktu kecil berkali-kali mengalami ketegangan seksual secara mendadak saat tubuhnya bersentuhan dengan rambut kakak perempuannya yang berwarna kemerahan, maka rambut wanita berwarna demikian menjadi fetisy-nya. 
Kegiatan seksual dapat ditujukan pada fetisy itu sendiri seperti melakukan masturbasi menggunakan BH atau sepatu, lalu berejakulasi ke dalamnya. Atau, fetisy diintergrasikan dengan kegiatan seksual dengan orang lain, misalnya menuntut agar pasangannya mengenakan BH warna tertentu atau sepatu berhak tinggi saat melakukan kegiatan seksual. Benda-benda itu mutlak dibutuhkan untuk dapat membangkitkan nafsu seksualnya. 

Pada fetisisme ringan, fetisy hanya merupakan daya tarik tetapi masih mementingkan kehadiran pemilik benda itu. Namun, bagi penderita fetisisme sejati, fetisy saja sudah cukup. 

Termasuk dalam golongan fetisisme adalah manekinisme yang fetisy-nya berupa manekin (patung pamer pakaian) di toko. Ada lagi pigmalionisme yang fetisy-nya berbentuk arca hasil pahatan. Istilah ini diambil dari nama raja Cyprus, Pygmalion, yang jatuh cinta pada patung wanita hasil pahatannya sendiri. 

Seorang fetisys ada kalanya bisa berurusan dengan aparat hukum karena mencuri BH yang sedang dijemur, atau tiba-tiba menggunting rambut seorang wanita yang lantas mengadukannya. 

C. Senang berpakaian wanita

Kelainan transvestisme mungkin lebih terdengar aneh. Pria heteroseksual dalam fantasinya atau secara aktual mengenakan pakaian wanita untuk membangkitkan nafsu seksual dan kemudian mendapatkan kepuasan seksual. Mengenakan pakaian wanita merupakan pernyataan identifikasi diri sebagai “wanita” (feminine identification). Bila keinginan mengenakan pakaian wanita tidak terlaksana, ia akan sangat frustrasi. 

Ada kaum transvestit yang melakukan hal itu di kamar tidurnya sendirian, lalu bercermin memandangi dirinya. Pada waktu mengenakan pakaian wanita inilah terjadi ereksi. Di sini orgasme dapat terjadi spontan atau lewat masturbasi. Transvestit lain terdorong untuk mondar-mandir di jalan dengan berpakaian wanita lengkap dengan rambut palsu, tata rias wajah, dan perhiasannya. Ia dapat sangat teliti dan mahir dalam “menyulap” dirinya menjadi wanita, sehingga sering sangat mirip wanita. 

Biasanya kelainan ini bermula sejak anak-anak atau remaja. Seperangkat pakaian yang disukai dapat menjadi benda yang merangsang nafsu seksualnya. Awalnya dipakai pada saat masturbasi, kemudian saat persetubuhan. Yang dikenakan mula-mula hanya terbatas cross-dressing parsial (hanya mengenakan BH dan celana dalam), lama-kelamaan mengenakan pakaian wanita lengkap, cross-dressing total. Yang terakhir dilakukan ketika si penderita mulai merasa mampu berdikari, sekitar masa remaja sampai dewasa muda. Frekuensi kejadiannya makin lama makin meningkat dan akhirnya menjadi kebiasaan. 

Seiring dengan bertambahnya usia, kecenderungan untuk mendapatkan kepuasan seksual melalui cara ini dapat berkurang atau bahkan hilang. Walaupun ada kalanya sejumlah kecil transvestit muncul pada usia lebih lanjut, yang menghendaki mengenakan pakaian wanita dan hidup sebagai wanita secara tetap. 

Dalam kasus terakhir ini transvestisme berubah menjadi transeksualisme; penderita ingin berganti kelamin, menjadi seperti lawan jenis, dan tidak lagi mendapat kepuasan seksual hanya dengan cross-dressing. Penderita merasa dirinya benar-benar wanita. 

D. Sadis dan menakutkan

Jenis-jenis parafilia tadi tidak melibatkan kontak seksual yang merugikan lawan jenis. Tidak demikian dengan sadomasokisme dan paedofilia. Pada sadomasokisme terdapat penggabungan unsur sadistik dan masokistik saat melakukan hubungan seksual. Dikatakan sadistik kalau melukai atau menyakiti orang lain secara sengaja atau dengan ancaman demi kepuasan seksual. Dibilang masokistik kalau rangsangan seksual diperoleh ketika menjadi sasaran rasa sakit atau ancaman rasa sakit. 

Meskipun kelainan itu secara fisik dan psikologis membahayakan, sebagian besar penderita sadar akan risikonya dan tetap berada dalam batas-batas yang sebelumnya telah ditentukan. 

Yang lebih menyedihkan bila kelainan itu berupa paedofilia. Sebab, sasaran kepuasan seksualnya diarahkan pada anak-anak yang belum puber. Sekitar dua pertiga korban kelainan ini adalah anak-anak berusia 8 - 11 tahun. Kebanyakan paedofilia menjangkiti pria, namun ada pula kasus wanita berhubungan seks secara berulang dengan anak-anak. Banyak kaum paedofil mengenali korbannya, misalnya saudara, tetangga, atau kenalan. Kaum paedofil dikategorikan dalam tiga golongan yakni di atas 50 tahun, 20-an hingga 30 tahun, dan para remaja. Sebagian besar mereka adalah para heteroseksual dan banyak juga para ayah.
Frotteurisme, menggosokkan badan atau memeluk orang lain yang tidak mau. Hal seperti itu banyak ditemukan di tempat-tempat di mana kita mau tidak mau berdesak-desakan, contohnya di kereta atau di bus yang penuh sesak.

Pedofilia, umumnya diderita orang dewasa, yang mencari kontak fisik dan seksual dengan anak-anak prapubertas yang tidak mau berhubungan dengan mereka.

Sekitar dua pertiga korban kelainan seks ini adalah anak-anak berusia 8-11 tahun. Kebanyakan kaum pedofil mengenal korbannya, misalnya saudara, tetangga, atau kenalan.

Sadomasokisme atau sadisme dan masokisme. Sadisme adalah kenikmatan atau rangsangan seksual yang diperoleh dengan menimbulkan nyeri atau menyiksa pasangan.

Sedangkan masokisme, menggambarkan keinginan mendapatkan kenikmatan seksual dari siksaan atau hinaan, baik secara fisik maupun verbal. Disebut sadomasokistik karena pelakunya memiliki sisi sadistik dan masokistik dari kepribadian mereka.
Fetishisme adalah ketergantungan pada suatu bagian tubuh atau suatu benda, yang disebut fetish, untuk mendapatkan rangsangan dan kepuasan seksual. Penderitanya menjadi terangsang dengan suatu bagian tubuh atau suatu benda yang bagi sebagian besar orang hanya merupakan stimuli. Pada kasus ekstrim, objek fetish menjadi pengganti pasangan manusia yang nyata.
Skatologia telepon, atau bisa juga diartikan sebagai melakukan hubungan telepon yang cabul dengan orang lain yang tidak menginginkannya.
Sedangkan inses adalah hubungan seksual antara kerabat dekat di mana perkawinan di antara mereka ditentang oleh hukum. Inses merupakan tabu sosial yang besar, bahkan bisa merusak keturunan.
Transvestisme juga dikenal sebagai berpakaian lawan jenis atau cross-dressing. Bagi sebagian pria, transvestisme merupakan suatu aktivitas seksual di mana kepuasan emosional dan fisik diperoleh dari menggunakan pakaian perempuan.

Sebagian besar pelakunya adalah heteroseksual dengan kehidupan seks yang cukup konvensional, menikah, memiliki anak, dan bukan homoseksual. Biasanya kelainan ini bermula sejak anak-anak atau remaja.
Satiriasis, juga dikenal sebagai adiksi seksual. Kondisi ini adalah suatu gangguan psikologis di mana pria didominasi oleh keinginan untuk terus melakukan hubungan seksual dengan hanyak pasangan yang berbeda.
Banyak dugaan bahwa penyebabnya adalah narsikisme yang kuat dan perasaan perlunya kontrol inferior melalui keberhasilan seksual. Jenis penyimpangan ini sangat berisiko untuk tertular penyakit kelamin dan HIV/AIDS.
Perilaku seksual kompulsif adalah pengulangan tindakan erotik tanpa kenikmatan. Kompulsif seksual ini bisa berupa telepon seks yang tanpa akhir, one-night stand atau affair singkat, atau masturbasi beberapa kali dalam sehari.
Penderita seringkali mengaku merasa tidak terkendali sebelum aktivitas dan merasa bersalah atau malu setelahnya. Pencarian kepuasan seksual yang dilakukan bersifat kompulsif, kadang-kadang ritualistik atau dilakukan secara rutin.
Homoseksual (gay) dan lesbian, yaitu hubungan sesama jenis. Seorang pria homoseksual dapat mencari objek mangsanya di antara pria-pria yang tidak bertendensi homoseksual. Bahkan di antaranya anak-anak di bawah umur yang berhasil dirayunya.
Sedangkan pada kasus lesbianisme, salah seorang pasangan dapat bertindak sebagai wanita sekaligus prianya. Dalam beberapa riset, si pelaku yang aktif sulit untuk disembuhkan.
Biseksual, yaitu kelainan seksual untuk berhubungan baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis. Sedangkan sodomi, memuaskan hasrat seksual dengan menyetubuhi via anus. Tindakan ini termasuk perilaku menyimpang seksual yang juga dilarang beberapa agama.
Biasanya, aktivitas ini berlaku di kalangan para homoseksual atau biseksual. Bahkan dalam hubungan heteroseksual juga ada yang melakukannya dengan cara sodomi.
Beberapa dari para pelaku penyimpangan ini seringkali mendapat kepuasan dari aktivitas mereka. Dengan mengetahui ciri-cirinya, semoga Anda dan keluarga terhindar dari berbagai perilaku menyimpang di atas.


E. Pencegahan
  Voyeurisme atau lebih dikenal  dengan sebuah kelainan jiwa, di dunia kedokteran dikenal sebagai istilah skopofilia. Dapat dicegah dengan memperkecil adanya kesempatan mengintip dan memberikan aktifitas lainnya yang sifatnya dapat menggantikan kelainan dengan cara melakukan aktifitas olahraga atau hobi yang sifatnya lebih positif.


F. Pengobatan
Pengobatan skopofilia dapat dilakukan dengan melakukan pengobatan terapi, Penderita sendiri rata-rata tidak merasa atau menganggap dirinya sakit atau mengidap kelainan seksual sampai mendapat perhatian dokter akibat perbuatan seksual itu menimbulkan konflik di sekitarnya.
Pendekatan pada penderita hendaknya dengan penuh pengertian, tidak dengan menghakimi atau mempersalahkan. Juga dicoba menyelami perasaan dan jiwa mereka karena acap kali gangguan itu terbentuk dari keinginan dan pengalaman masa lalu.
.
G. Patofisiologi
Untuk lebih jelasnya berikut  11 perilaku menyimpang seksual yang patut Anda ketahui (dan semoga Anda tidak mengalaminya):
1. Ekshibisionisme
Definisinya adalah seseorang mendapatkan kepuasan seksual dengan memamerkan bagian genitalnya sendiri kepada orang asing yang tidak mau melihatnya.

2. Voyeurisme
Ciri utama voyeurism (di dunia kedokteran dikenal sebagai skopofilia) adalah adanya dorongan yang tidak terkendali untuk secara diam-diam mengintip atau melihat wanita yang sedang telanjang, melepas pakaian, atau melakukan kegiatan seksual.
3. Frotteurisme
Menggosokkan badan atau memeluk orang lain yang tidak mau.
4. Pedofilia
Istilah yang sering sekali kita dengar. Orang dewasa, terutama pria, yang mencari kontak fisik dan seksual dengan anak-anak prapubertas yang tidak mau berhubungan dengan mereka.
5. Sadomasokisme
Sadisme seksual dan masokisme. Sadisme -mengambil nama dari Marquis de Sade (1740-1814) adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kenikmatan atau rangsangan seksual yang diperoleh dengan menimbulkan nyeri atau menyiksa pasangannya.
6. Fetishisme
Fetishisme adalah ketergantungan pada suatu bagian tubuh atau suatu benda (yang dinamakan fetish) untuk mendapatkan rangsangan dan kepuasan seksual.


7. Skatologia telepon
Bisa diartikan sebagai melakukan hubungan telepon yang cabul dengan orang lain yang tidak menginginkannya.
8. Transvestisme
Transvestisme juga dikenal sebagai berpakaian lawan jenis (cross-dressing).
9. Satiriasis
Juga dikenal sebagai Don Juanisme atau adiksi seksual. Kondisi ini adalah ekuivalen pria dari nimfomania, suatu gangguan psikologis di mana pria didominasi oleh keinginan yang tidak henti-hentinya untuk melakukan hubungan seksual dengan hanyak pasangan yang berbeda.
10. Perilaku seksual kompulsif
Adalah pengulangan tindakan erotik tanpa kenikmatan. Kompulsi seksual ini bisa berupa telepon seks yang tanpa akhir, one-night stand (affair singkat), atau masturbasi beberapa kali dalam sehari, penderitanya seringkali mengaku merasa "tidak terkendali" sebelum aktivitas dan merasa bersalah atau malu setelahnya.
11. Incest
Hubungan seksual antara kerabat dekat di mana perkawinan di antara mereka ditentang oleh hukum. Incest merupakan tabu sosial yang besar, bahkan bisa merusak keturunan.


BAB III
P E N U T U P

Voyeurisme adalah sebuah kelainan jiwa, di dunia kedokteran dikenal sebagai istilah skopofilia. Ciri utama voyeurisme adalah adanya dorongan yang tidak terkendali untuk secara diam-diam mengintip atau melihat seseorang yang berlainan jenis atau sejenis tergantung orientasi seksual berbeda yang sedang telanjang, menanggalkan pakaian atau melakukan kegiatan seksual.
Voyeurisme tidak dapat dilekatkan kepada penggemar film dan pertunjukan porno, karena para pemain film itu dengan sengaja menghendaki dan menyadari bahwa mereka akan ditonton orang lain.
Pria heteroseksual dalam fantasinya atau secara aktual mengenakan pakaian wanita untuk membangkitkan nafsu seksual dan kemudian mendapatkan kepuasan seksual. Mengenakan pakaian wanita merupakan pernyataan identifikasi diri sebagai “wanita” (feminine identification).
Jenis-jenis parafilia tadi tidak melibatkan kontak seksual yang merugikan lawan jenis. Tidak demikian dengan sadomasokisme dan paedofilia.
Pedofilia, umumnya diderita orang dewasa, yang mencari kontak fisik dan seksual dengan anak-anak prapubertas yang tidak mau berhubungan dengan mereka.




DAFTAR PUSTAKA





Tidak ada komentar: