Y a p m a

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIK) MAKASSAR

Alamat Jl. Maccini Raya No. 197 Makassar(0411) 436068

Menerima Mahasiswa Baru T.A. 2016-2017
PROGRAM STUDI :
* KESEHATAN MASYARAKAT
* S1 KEPERAWATAN
* PROFESI NERS

FACEBOOK CENTER
Created by:Razak Facebook

Selasa, 08 Juni 2010

HIPEREMESIS GRAVIDARUM

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hiperemesis gravidarum adalah kondisi ketika muntah terjadi san-gat hebat dan dapat mengarah pada kekurangan cairan tubuh dan kehi-langan berat badan (http;//www.emedicine.com, diakses tanggal 9 Januari 2009).
Word Health Organisation (WHO) memperkirakan bahwa sedikitnya 15 % dari semua wanita hamil memerlukan perawatan obstetrik yang ter-latih dan bila tidak ada maka wanita tersebut akan mengalami kesakitan dan kecacatan yang serius dan berkepanjangan (WHO,2003).
Mual atau sering disebut nausea dan emesis gravidarum adalah hal yang wajar dan sering ditemukan dalam kehamilan terutama dalam trimester pertama kehamilan. Menurut penelitian Wiknjosastro H. 60% sampai 80% dari wanita yang pertama kali mengandung (primigravida) dan 40% sampai 60% dari wanita yang sudah pernah mengandung (multigravida) mengaku mengalami masalah mual muntah ini (Wiknjosastro H, 2002 ; 281).
Tetapi satu dari seribu wanita yang mengandung tersebut mengalami gejala lebih berat dari biasanya yang disebut dengan hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum sebenarnya memiliki gejala yang sama dengan mual muntah pada umumnya (nausea dan emesis gravidarum), hanya gejalanya lebih berat yang ditandai mulai dengan terganggunya aktivitas ibu sehari-hari, gejala yang berkepanjangan sampai keadaan umum ibu yang memburuk yang mengharuskan ibu dirawat di rumah sakit, bahkan yang lebih berat lagi dapat mengancam nyawa si ibu dan bakal sang buah hati.
Komplikasi-komplikasi sebagai akibat langsung dari kehamilan yaitu hiperemesis gravidarum, pre eklampsia dan eklampsia, kelainan dalam lamanya kehamilan, kehamilan ektopik, penyakit serta kelainan plasenta dan selaput janin, perdarahan antepartum, dan kehamilan kembar (Wiknjosastro H, 2002 ; 281).
Hiperemesis gravidarum dapat dideteksi dan dicegah pada masa kehamilan dengan cara pemeriksaan kehamilan secara teratur (Mochtar R, 1998 ; 159). Hiperemesis gravidarum paling sering dijumpai pada kehamilan trimester I namun biasa berlanjut sampai trimester ke II dengan penanganan yang baik hiperemesis dapat teratasi dengan sangat memuaskan. Akan tetapi, muntah yang terus menerus tanpa pengobatan dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang janin dalam rahim. Pada tingkat yang lebih berat hiperemesis dapat mengancam jiwa ibu dan janin (Wiknjosastro H, 2002 ;278).
Data mengenai hiperemesis gravidarum untuk daerah sulawesi selatan berdasarkan hasil laporan pada tahun 2008 jumlah ibu hamil sebanyak 2.203 dan 543 ibu hamil yang mengalami hiperemesis gravidarum. Berdasarkan hasil laporan RS Jala Ammari tahun 2008 jumlah ibu hamil sebanyak 334 dan yang mengalami hiperemesis gravidarum adalah 53 orang.


B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis meru-muskan masalah yaitu bagaimana gambaran Hiperemesis Gravidarum pada ibu hamil di Rumah Sakit Angkatan Laut Jala Ammari Tahun 2009?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran Hiperemesis Gravidarum pada ibu hamil di Rumah Sakit Angkatan Laut Jala Ammari Makassar Tahun 2009.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran Hiperemesis Gravidarum pada ibu hamil berdasarkan umur ibu.
b. Untuk mengetahui gambaran Hiperemesis Gravidarum pada ibu hamil berdasarkan paritas.
c. Untuk mengetahui gambaran Hiperemesis Gravidarum pada ibu hamil berdasarkan umur kehamilan.
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Ilmiah
Hasil penelitaan diharapkan dapat berguna sebagai bahan acuan bagi peneliti lain yang berkeinginan untuk melakukan penelitian tentang Hiperemesis Gravidarum juga sebagai bahan reverensi tentang perma-salahan di bidang kesehatan Reproduksi.


2. Manfaat Institusi
Sebagai bahan masukan dan jugu informasi bagi RS AL JALA AMMARI untuk dapat memberikan informasi yang tepat pada ibu hamil khusussnya ibu Hiperemesis Gravidarum.
3. Manfaat Praktis
Sebagai bahan pembelajaran dalam mengembangkan ilmu tentang Hiperemesis gravidarum.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Kehamilan
1. Pengertian Kehamilan
a. Proses yang diawali dengan pertemuan sel telur (Ovum) dengan sel mani (spermatozoa) dimana sebelum terjadi persenyawaan ovum dan spermatozoa telah mengalami proses pematangan terlebih dahulu baik dari wujud maupun dari jumlah kromosom (Wiknjosastro S, 2002:58).
b. Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin di mana hal ini berlangsung selama 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari). Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu 9 bulan 7 hari) di hitung dari haid pertama haid terakhir (Saifuddin AB, 2003:55).
c. Kehamilan merupakan masa dimana seorang wanita membawa embrio atau fetus didalam tubuh (http/portol.cub.net com diakses 26 Januari 2009).
d. Proses kehamilan merupakan mata rantai yang berkesinambunagn yang terdiri dari ovulasi pelepasan ovum, terjadi migrasi spermatozoa dan ovum, terjadi konsepsi dan pertumbuhan zigot, terjadi nidasi pada uterus, pembentukan plasenta serta tumbuh kembang hasil konsepsi sampai aterm (Manuaba IBG, 1998).
2. Tanda dan Gejala Kehamilan
a. Tanda-Tanda Presumtif (Mochtar. R, 1998)
1) Amenorhoe (Tidak haid)
Penting diketahui hari pertama haid terakhir untuk menentukan usia kehamilan dan perkiraan.
Persalinan akan terjadi yang dihitung dengan menggunakan rumus Neagle yaitu hari +7, bulan -3, dan tahun +1
2) Mual dan Muntah
Biasanya terjadi pada bulan-bulan pertama kehamilan sampai akhir triwulan pertama. Karena sering terjadi pada pagi hari maka disebut morning sickness.
3) Mengidam (Ingin makan khusus)
Ibu hamil sering meminta makanan dan minuman tertentu terutama pada bulan-bulan triwulan pertama.
4) Tidak tahan suatu bau-bauan
5) Pingsan
Bila berada pada tempat-tempat ramai yang sesak dan padat bisa pingsan.
6) Tidak ada nafsu makan
7) Lelah
8) Payudara membesar, tegang dan sedikit nyeri disebabkan pengaruh estrogen dan progesterone yang merangsang duktus dan alveoli pa-yudara, kelenjar montgomery terlihat lebih membersar.
9) Sering berkemih
Karena kandung kemih tertekan oleh rahim yang membesar.
10) Konstipasi/obstipasi, karena tonus otot-otot usus menurun oleh pengaruh hormon steroid.
11) Pigmentasi kulit oleh pengaruh hormon kortikosteroid plasenta.
12) Epulis, hipertropi dari papil gusi.
13) Pemekaran vena-vena (varises) dapat terjadi pada kaki,betis dan
vulva biasanya dijumpai pada triwulan akhir.
b. Tanda-Tanda Kemungkinan Hamil
1) Uterus akan membesar
Pada bulan-bulan pertama awal kehamilan dibawah pengaruh hormon dan progesteron yang kadarnya meningkat. Pembesaran disebabkan oleh hipertropi otot polos utrus, disamping itu serabut-serabut kolagen yang menjadi higroskopis akibat meningkatnya kadar estrogen sehingga uterus dapat mengikuti pertumbuhan janin.
2) Tanda Hegar
Pada minggu pertama isthmus uteri mengadakan hiperttropi seperti korpus uteri yang membuat isthmus ini lebih panjang dan lunak yang di sebut tanda Hegar.
3) Tanda Chadwick
Karena adanya pengaruh hormon estrogen vagina dan vulva akan mengalami hipervaskularisasi. Mengakibatkan vagina dan vulva mengalami kebiru-biruan (livide) yang disebut tanda chadwick.

4) Tanda Piscasek
Kadang-kadang teraba fundus uteri tidak rata karena uterus lebih cepat tumbuh didaerah implantasi telur (tanda piscasek).
5) Tanda Braxton-hiks
Sewaktu palpasi atau toucher rahim yang lunak sekonyong-konyong menjadi keras karena terjadi kontraksi.
6) Test Kehamilan Positif
Cara khas yang dipakai untuk menentukan adanya HCG pada kehamilan muda adalah air kencing pertama pada pagi hari dengan test kehamilan tertentu air kencing pagi hari ini dapat membantu mendiagnosa kehamilan sedini mungkin (Wiknjosastro.H, 2002).
c. Tanda Pasti (Tanda Positif ) (Mochtar,R.1998)
1) Gerakan janin yang dapat dilihat atau dirasa atau diraba, juga bagian-bagian janin.
2) Denyut jantung bayi
a) Didengar dengan steteskop-Monoral Laennec.
b) Dicatat dan didengar dengan alat Dopler.
c) Dicatat dengan Feto-elektro kardiogarm.
d) Dilihat pada ultrasonografi.
3) Terlihat tulang-tulang janin dalam foto- rontgen.
3. Perubahan-Perubahan Fisiologis Selama Kehamilan
a. Perubahan anatomik dan fisiologis pada wanita hamil
1) Uterus
Uterus yang semula beratnya 30 gram akan mengalami hepertropi dan hyperplasia sehingga menjadi 1000 gram pada akhir kehamilan dan membesar mengikuti pertumbuhan janin.
2) Vagina
Karena pengaruh hormon estrogen vagina dan vulva akan mengalami peningkatan pembuluh darah sehingga tampak kebiru-biruan.
3) Ovarium
Ovarium yang mengandung korpus luteum akan meneruskan fungsinya sampai terbentuknya plasenta pada umur kehamilan 16 minggu.
4) Payudara
Payudara akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan seba-gai persiapan produksi asi yang dipengaruhi oleh hormon estrogen, progesteron dan somatomammotropin.
b. Perubahan pada sistem sirkulasi darah
Peredaran darah ibu dipengaruhi oleh adanya peningkatan kebu-tuhan sirkulasi darah sehingga dapat memenuhi perkembangan dan pertumbuhan janin dalam rahim. Volume darah semakin meningkat di mana jumlah serum darah lebih besar dari sel darah, sehingga terjadi semacam pengenceran darah (hemodilusi) puncaknya pada umur ke-hamilan 32 minggu. Serum darah (volume darah), bertambah sekitar 20% sedangkan curah jantung bertambah 30 %.
c. Perubahan pada sistim respirasi
Sistem respirasi mengalami perubahan bentuk untuk dapat memenuhi kebutuhan oksigen. Ibu hamil akan bernafas lebih dalam 20-25 % dari biasanya.
d. Perubahan pada sistem pencernaan
Morning sickness dapat terjadi karena adanya peningkatan hormon estrogen dan HCG pada kehamilan muda. Tonus otot-otot saluran pencernaan melemah sehingga mortilitas usus berkurang bisa terjadi obstipasi.
e. Perubahan pada traktus urinarius
Adanya tekanan uterus yang mulai membesar pada kandung kemih kehamilan dan turunnya kepala janin hamil tua menyebabkan sering kencing.
f. Perubahan warna kulit
Pada kulit terjadi deposit pigmen dan hiperpigmentasi.
g. Perubahan pada metabolisme
Pada kehamilan metabolisme tubuh mengalami perubahan yang mendasar dimana kebutuhan nutrisi makin meningkat untuk pertum-buhan janin dan persiapan laktasi (Manuaba IBG,1998).
4. Perubahan -Perubahan Psikologis Wanita Hamil
a. Trimester pertama (1-3 bulan)
Periode ini adalah periode penyesuaian terhadap kenyataan bahwa ia hamil, dimana seorang ibu akan selalu mencari tanda-tanda untuk lebih menyakinkan bahwa dirinya sedang hamil.
b. Trimester Kedua (4-6 Bulan)
Trimester kedua biasanya lebih menyenangkan. Tubuh wanita terbiasa dengan tingkat hormon yang tinggi. Morning sickness telah hilang ia telah menerima kehamilannya dan ia menggunakan pikiran dan energinya lebih konstruktif. Janin masih tetap kecil dan belum menyebabkan ketidaknyamanan dengan ukurannya. Selama trimester ini, terjadi quickening ketika ibu merasakan gerakan bayinya pertama kali. Pengalaman tersebut menandakan pertumbuhan serta kehadiran makhluk baru, dan hal ini sering menyebabkan calon ibu memiliki dorongan psikologis yang besar
c. Trimester Ketiga (7-9 bulan)
Trimester ketiga ditandai dengan klimaks kegembiraan emosi karena kelahiran bayi. Sekitar bulan ke-8 mungkin terdapat periode tidak semangat dan depresi, ketika bayi membesar dan ketidaknyamanan bertambah calon ibu menjadi lelah dan menunggu terlalu lama.Sekitar dua minggu sebelum melahirkan, sebagian besar wanita mulai mengalami perasaan senang. Reaksi calon ibu terhadap persalinan ini se-cara umum tergantung pada persiapannya dan presepsinya terhadap ke-jadian ini.

B. Tinjauan Umum tentang Hiperemesis Gravidarum
1. Pengertian Hiperemesis Gravidarum
a. Hiperemesis gravidarum adalah bila ibu hamil memuntahkan segala apa yang dimakan dan minum sehingga berat badannya sangat turun, turgor kekerasan dan kelenturan kulit berkurang, diuresis (jumlah urine) berkurang, dan timbul asetonuri (keton urine). (Sastrawinata S, 2004).
b. Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan pada wanita hamil sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari karena keadaan umumnya menjadi buruk, karena terjadi dehidrasi (Mochtar Rustam, 2002).
c. Hiperemesis gravidarum adalah mual (nausea) dan muntah (emesis gravidarum). Merupakan gejala yang wajar dan sering kedapatan pada kehamilan trimester I, gejala ini kurang lebih terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 10 minggu (Wiknjosastro H, 2005).
d. Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan sehingga menimbulkan gangguaan aktifitas sehari-hari dan bahkan dapat membahayakan hidupnya (Manuaba, 2001). Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hiperemesis gravidarum adalah muntah berat dan berlebihan yang terjadi pada ibu hamil sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari dan kesehatan penderita secara keseluruhan.
2. Etiologi Hiperemesis Gravidarum
Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti, tidak ada bukti bahwa penyakit ini disebabkan oleh faktor toksik, juga tidak ditemukan kelainan biokimia. Beberapa faktor predisposisi dan faktor lain dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Faktor predisposisi yang sering dikemukakan adalah molahidatidosa dan kehamilan ganda menimbulkan dugaan bahwa faktor hormon memegang peranan karena kedua keadaan tersebut hormon khorionik gonotropin dibentuk berlebihan.
b. Faktor organik masuknya vili choriaslis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat hamil dan serta resistensi yang menurun dari pihak ibu.
c. Alergi,
Pada kehamilan, diduga terjadi infasi jaringan vili korialis yang masuk ke dalam peredaran darah ibu, maka faktor alergi dianggap dapat menyebabkan kejadiaan Hiperemesis Gravidarum.
d. Faktor Psikologis
Ibu yang sedang mengalami kehamilan, dituntut tidak hanya harus siap secara fisik, tetapi juga harus siap secara mental. Hal inilah yang diperhatikan ibu hamil yang lebih siap dalam menghadapi perubahan fisik, tetapi tidak siap secara mental. Perubahan secara fisik pada ibu hamil memang mudah ditebak dan umum terjadi pada setiap ibu yang sedang mengalami kehamilan, seperti perubahan bentuk tubuh dengan badan yang semakin besar, munculnya jerawat diwajah atau kulit muka yang mengelupas. Namun perubahan secara mental pada ibu hamil sangat susah ditebak dan tidak selalu sama terjadinya pada setiap ibu hamil ataupun pada setiap kehamilan dengan hadirnya janin di dalam rahim, maka hal itu akan mempengaruhi emosi si ibu. Apabila pengaruh emosi ibu tidak didukung oleh lingkungan keluarga yang harmonis atau pun lingkungan tempat tinggal maka hal ini akan mengakibatkan stres pada ibu hamil. Demikian diungkapkan Eko Handayani MPsi dari bagian Fsikologis Klinis anak Fakultas Fisikologi Universitas Indonesia.
Stres pada ibu hamil pasti akan memberikan akibat pada janin yang dikandungnya karena posisi janin yang berada didalam rahim merespon apa yang sedang dialami oleh ibu. Berdasarkan penelitian ini, ibu hamil yang merasakan stres akan meningkatkan resiko melahirkan bayi prenatur dan bayi yang lebih kecil. Bahkan bahaya stres pada ibu hamil dapat mengakibatkan janin keguguran.
Kondisi psikologis ibu berpengaruh terhadap terjadinya hiperemesis gravidarum pada awal kehamilan. Rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut akan kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah sehingga ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil rentang sebagai pelarian kesukaran hidup.
3. Diagnosis Hiperemesis Gravidarum
Diagnosis hiperemisis biasanya tidak susah, harus ditentukan adanya kehamilan muda dan muntah terus menerus sehingga mempengaruhi keadaan umum ibu (Wiknjosasatro, 2002).
Kemungkinan penyakit lain yang menyertai harus dipikirkan dan berkonsultasi dengan dokter tentang penyakit hati, penyakit ginjal, dan penyakit tukak lambung. Pemeriksaan laboratorium dapat membedakan ketiga kemungkinan-kemungkinan hamil yang disertai penyakit (Manuaba, 1998).
4. Patofisiologis Hiperemesis Gravidarum
Perasaan mual akibat meningkatnya kadar estrogen. Pengaruh fsikologik hormon estrogen ini tidak jelas, mungkin berasal dari sistem saraf pusat atau akibat berkurangnya pengosongan lambung. Hiperemesis gravidarum yang merupakan komplikasi mual dan muntah pada hamil muda bila terjadi terus menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak imbangnya elektrolit dengan alkalosis hipokloremik. Hiperemesis gravidarum ini dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi karena oksidasi lemak tidak sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton-asetik, asam hidrosi butirik dan aseton dalam darah. Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan karena muntah menyebabkan dehidrasi sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang. Natrium dan klorida darah turun demikian pula klorida air kemih. Selain itu dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi sehigga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan dan O2 ke jarigan pula dengan timbulnya zat metabolik yang toksik. Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi lewat ginjal, menambah frekuensi muntah yang lebih banyak, dapat merusak hati dan terjadilah lingkaran setan yang sulit dipatahkan (Wiknjosastro H, 2002:276-277).
5. Gejala Klinik Hiperemesis Gravidarum
Gambaran gejala hiperemesis gravidarum secara klinis dapat dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu:
a. Hiperemesis Gravidarum tingkat pertama
1) Muntah berlangsung terus
2) Makan berkurang
3) Berat badan menurun
4) Kulit dehidrasi-tonusnya lemah
5) Nyeri di daerah epigastrum
6) Tekanan darah turun dan nadi meningkat
7) Lidah kering
8) Mata tampak cekung
b. Hiperemesis gravidarum tingkat kedua
1) Penderita tampak lebih lemah
2) Gejala dehidrasi makin tampak, mata cekung, turgor kulit makin menurun, lidah kering dan kotor
3) Tekanan darah turun dan nadi meningkat
4) Berat badan makin menurun
5) Mata ikterik
6) Gejala hemokonsentrasi makin tampak, urin berkurang, aseton dalam urin meningkat
7) Terjadinya ngangguan kesadaran, menjadi apatis
8) Nafas berbau aseton
c. Hiperemesis gravidarum tingkat ketiga
1) Muntah berkurang
2) Keadaan umum wanita hamil makin menurun, tekana darah turun, nadi meningkat, suhu naik, dan keadaan dehidrasi makin jelas
3) Gangguan faal hati terjadi dengan manifestasi ikterus
4) Gangguan kesadaran dalam bentuk samnolen sampai koma, komplikasi sususnan saraf pusat (ansefalopati wernicke) : nistagmus, perubahan arah bola mata, diplopia-gambar tampak ganda, perubahan mental (Manuaba IBG, 1998 : 210-211).
6. Penanganan
a. Pencegahan, dengan memberikan informasi dan edukasi tentang ke-hamilan kepada ibu dengan maksud menghilangkan faktor psikis rasa takut, juga tentang diet ibu hamil, makan jangan sekaligus banyak tetapi dalam porsi sedikit-sedikit namun sering, jangan tiba-tiba ber-diri waktu bangun pagi, akan terasa oyong, mual dan muntah. De-fekasi hendaknya diusahakan teratur. Pada kasus hiperemesis gravi-darum tingkat I dan II apabila tidak ditangani dengan baik potensial yang berlanjut pada hiperemesis gravidarum tingkat III. Dimana keadaan umum bertambah jelek, kesadaran lebih menurun menjadi koma, nadi menjadi lebih kecil, halus dan cepat, suhu badan lebih meningkat, tekanan darah bertambah turun, timbul dehidrasi berat dan ikterus (Mochta, R,1998, hal. 195-196) karena mual dan muntah me-rupakan salah satu faktor terjadinya hiperemisis sehingga diharapkan segera memeriksa diri.
C. Tinjauan Tentang Umur Ibu
Umur ibu mempunyai pengaruh yang erat dengan perkembangan alat reproduksi. Hal ini berkaitan dengan keadaan fisiknya dari organ tubuh ibu di dalam menerima kehadiran dan mendukung perkembangan janin. Seorang wanita memasuki usia perkawinan atau mengakhiri fase tertentu dalam kehidupannya yaitu umur repoduksi (Yunita, 2005).
Menurut Depkes (1996) umur ibu mempunyai pengaruh yang erat dengan reproduksi wanita. Umur reproduksi yang ideal bagi wanita untuk hamil dan melahirkan adalah 20-35 tahun, keadaan ini disebabkan karena pada umur kurang dari 20 tahun rahim dan panggul ibu belum berkembang dengan baik dan belum cukup dewasa untuk menjadi ibu sedangkan pada umur 35 tahun keatas elastisitas otot-otot panggul dan sekitarnya serta alat-alat reproduksi pada umumnya telah mengalami kemunduran sehingga dapat mempersulit persalinan dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian pada ibu.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ridwan A dan Wahidudin (2007) umur reproduksi yang sehat dan aman adalah umur 20-35 tahun. kehamilan diusia kurang 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat menyebabkan Hiperemesis karena pada kehamilan diusia kurang 20 secara biologis belum optimal emosinya, cenderung labil, mentalnya belum matang sehingga mudah mengalami keguncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi selama kehamilanya. sedangkan pada usia 35 tahun terkait dengan kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang sering menimpa di usia ini (Ridwan dan Wahiduddin, 2007).
Hiperemesis Gravidarum di bawah umur 20 tahun lebih di sebabkan oleh karena belum cukupnya kematangan fisik, mental dan fungsi sosial dari calon ibu tentu menimbulkan keraguan jasmani cinta kasih serta perawatan dan asuhan bagi anak yang akan di lahirkannya. Hal ini mempengaruhi emosi ibu sehingga terjadi konflik mental yang membuat ibu kurang nafsu makan. Bila ini terjadi maka bisa mengakibatkan iritasi lambung yang dapat memberi reaksi pada impuls motorik untuk memberi rangsangan pada pusat muntah melalui saraf otak kesaluran cerna bagian atas dan melalui saraf spinal ke diafragma dan otot abdomen sehingga terjadi muntah. Permasalahan dari segi psikiatri dan psikologis sosial banyak di ulas akan menekankan pentingnya usah usaha untuk melindungi anak- anak yang di lahirkan kemudian (www. Bkkbn . co. Id di akses 9 januari 2009).
Sedangkan Hiperemesis Gravidarum yang terjadi diatas umur 35 tahun juga tidak lepas dari faktor psikologis yang di sebabkan oleh karena ibu belum siap hamil atau malah tidak menginginkan kehamilannya lagi sehingga akan merasa sedemikian tertekan dan menimbulkan stres pada ibu . Stres mempengaruhi hipotalamus dan memberi rangsangan pada pusat muntah otak sehingga terjadi kontraksi otot abdominal dan otot dada yang disertai dengan penurunan diafragma menyebabkan tingginya tekanan dalam lambung, tekanan yang tinggi dalam lambung memaksa ibu untuk menarik nafas dalam-dalam sehingga membuat sfingter esophagus bagian atas terbuka dan sfingter bagian bawah berelaksasi inilah yang memicu mual dan muntah (Helen V, 2004).
D. Tinjauan Tentang Paritas
Paritas adalah frekuensi kehamilan dan persalinan yang pernah di alami oleh ibu dengan umur kehamilan lebih dari 28 minggu dengan berat janin mencapai 1000 gram termasuk kehamilan sekarang. Hiperemesis Gravidarum lebih banyak terjadi pada wanita yang baru pertama kali hamil dan pad wanita dengan paritas tinggi seperti ibu yang sudah mengalami kehamilan yang ke empat, hal ini tidak terlepas oleh karena faktor psikologis yakni takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu bila ibu tersebut tidak sanggup lagi mengurus anak – anaknya, ini dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memper-berat mual dan muntah (Helen V, 2004).


E. Tinjauan Tentang Umur Kehamilan
Umur kehamilan adalah lamanya ibu hamil terhitung mulai dari hari per-tama haid terakhir yang di hitung dalam minggu yang tercantum dalam status ibu. Perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya hormon estrogen oleh karena keluhan ini lebih sering terjadi pada trimester pertama dan berlanjut sampai trimester ke dua (Wiknjosostro, 2002). Mual dan muntah biasanya di mulai pada minggu 9- 10 puncaknya terjadi pada minggu 12- 14 dan biasanya berakhir pada minggu 12- 14, dan hanya 1- 10 % kehamilan kejadian Hiperemesis Gravidarum berlanjut sampai minggu 20- 22 (www. Emedecine. Com. Diakses tanggal 9 januari 2009).


BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti
1. Umur Ibu
Umur ibu mempunyai pengaruh yang erat dengan perkembangan alat reproduksi. Dalam kurun repropduksi sehat dikenal usia aman untuk kehamilan dan persalin adalah 20-35 tahun. Kehamilan dan persalinan dibawah umur 20 tahun dan diatas 35 tahun, merupakan kehamilan dan persalinan yang berisiko tinggi. Kehamilan diusia kurang 20 tahun secara biologis belum matang shingga mudah mengalami keguncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi selama kehamilannya, sedangkan pada usia diatas 35 tahun, proses faal dalam tubuhnya sudah mengalami pengapuran sehingga mempengaruhi sirkulasi makan ke janin. Oleh karena itu dianjurkan seorang ibu jangan hamil sebelum umur 20 tahun dan di atas 35 tahun.
2. Paritas
Paritas adalah frekuensi kehamilan dan persalinan yang pernah di alami oleh ibu dengan umur kehamilan lebih dari 28 minggu dengan berat janin mencapai 1000 gram termasuk kehamilan sekarang. Hiperemesis Gra-vidarum lebih banyak terjadi pada wanita yang baru pertama kali hamil dan pada wanita dengan paritas tinggi seperti ibu yang sudah mengalami ke-hamilan yang ke empat, hal ini tidak terlepas oleh karena faktor psikologis yakni takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu bila ibu tersebut tidak sanggup lagi mengurus anak – anaknya, ini dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah (Helen V, 2004).
3. Umur Kehamilan
Umur kehamilan adalah lamanya ibu hamil terhitung mulai dari hari pertama haid terakhir yang di hitung dalam minggu yang tercantum dalam status ibu. Perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya hormon estrogen oleh karena keluhan ini lebih sering terjadi pada trimester pertama dan berlanjut sampai trimester ke dua (Wiknjosostro, 2002). Mual dan mun-tah biasanya di mulai pada minggu 9- 10 puncaknya terjadi pada minggu 12- 14 dan biasanya berakhir pada minggu 12- 14, dan hanya 1- 10 % kehamilan kejadian Hiperemesis Gravidarum berlanjut sampai minggu 20- 22 (www. Emedecine. Com. Diakses tanggal 9 januari 2009).

B. Kerangka Pikir



C. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif
1. Hiperemesis Gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan pada ibu hamil sehingga pekerjaan sehari- hari dan keadaan umum menjadi ter-ganggu, dengan gejala mual dan muntah yang berlangsung terus-menerus, lemah, berat badan menurun yang di dapatkan pada kartu status ibu.
2. Umur Ibu
Yangi di maksud umur ibu dalam penelitian ini adalah waktu lamanya ibu hidup yang di hitung berdasarkan tanggal lahir sampai saat penelitian ini dilaksanakan sebagai mana yang tercantum dalam status ibu.
Dengan Penggolongan :
a. Umur < 20 tahun
b. Umur 20 – 35 tahun
c. Umur > 35 tahun
3. Paritas
Paritas adalah jumlah atau frekuensi persalinan yang pernah di alami re-sponden dengan berat badan bayi lebih dari 500 gram, dan umur kehami-lan dari 28 – 42 minggu, hidup atau mati sesuai yang tercantum dalam status ibu, yang diperoleh dengan cara mengisi kuesioner.
Dengan Penggolongan :
a. Paritas 1
b. Paritas 2 – 3
c. Paritas > 3

4. Umur Kehamilan
Umur kehamilan adalah lamanya ibu hamil terhitung mulai dari hari per-tama haid terakhir yang di hitung dalam minggu yang tercantum dalam status ibu
a. Trimester I : jika umur kehamilan 0 – 12 minggu.
b. Trimester II : jika umur kehamilan > 12 minggu – 24 minggu
c. Trimester III : jika umur kehamilan > 24 minggu – 42 minggu.





BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah survei dengan pendekatan deskriptif untuk memperoleh gambaran Hiperemesis gravidarum pada ibu hamil di Rumah Sa-kit Angkatan Laut Jala Ammari Makasar Tahun 2009.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Angkatan Laut Jala Ammari Makassar dengan alasan karena kebanyakan ibu hamil ditinggal suami berlayar sehingga mereka pada saat hamil tidak didampingi suami mengakibatkan mereka mengalami psikis yang bisa menimbulkan mual dan muntah
2. Penelitian ini akan dilaksanakan pada juni- juli 2009.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Yang menjadi populasi pada penelitian ini adalah semua ibu hamil yang datang ke Rumah Sakit Angkatan Laut Jala Ammari Makassar sebanyak 70 orang.
2. Sampel
Semua ibu hamil yang menderita Hiperemesis Gravidarum di Rumah Sakit Angkatan Laut Jala Ammari Makassar sebanyak 38 orang. Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah accidental sampling periode juni- juli 2009.
D. Pengumpulan Data
1. Data primer
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung ke responden dengan menggunakan kuesioner yaitu data tentang, umur ibu, paritas, dan umur kehamilan ibu.
2. Data sekunder
Pengambilan data dari instansi terkait yaitu Rumah Sakit Angkatan Laut Jala Ammari Makassar.
E. Pengolahan Data
Data diolah dengan menggunakan alat bantu komputer program Statisti-cal Package for Service Solution (SPSS).
F. Analisis Data
Data yang terkumpul dilakukan perhitungan jumlah persentase tiap variabel yang diteliti.
Dalam penelitian ini digunakan analisis univariat yaitu hanya menyajikan distribusi prekuensi dari tiap variabel.
G. Penyajian Data
Data yang sudah diolah disajikan dalam bentuk tabel yang dinarasikan.



BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 12 Juni sampai dengan Juli 2009 di Rumah Sakit Angkatan Laut Jala Ammari. Jumlah responden seban-yak 38 orang, yang keseluruhan adalah ibu yang mengalami Hiperemesis Gra-vidarum. Hasil penelitian ini dapat dilihat pada sejumlah tabel di bawah ini:
1. Tingkat Pendidikan
Tabel 1
Distribusi Pasien Menurut Tingkat Pendidikan
di RS. Angkatan Laut Jala Ammari
Tahun 2009

Pendidikan Frekuensi Persentase
SD
SMP
SMA
D3
S1 1
8
21
3
5 3
21
55
8
13
Total 38 100
Sumber : Data Primer
Tabel 1 menunjukkan tingkat pendidikan SD sebanyak 1 (3%), SMP 8 (21%), SMA 21 (55%), D3 3 (8%), dan S1 sebanyak 5 (13%).
2. Pekerjaan
Tabel 2
Distribusi Pasien Menurut Pekerjaan
di RS. Angkatan Laut Jala Ammari
Tahun 2009

Pekerjaan Frekuensi Persentase
IRT
PNS
Militer 21
14
3 55
37
8
Total 38 100
Sumber : Data Primer
Tabel 2 menunjukkan IRT sebanyak 21 (55%), PNS 14 (37%), dan militer sebanyak 3 (8%).
3. Kejadian Hiperemesis Gravidarum
Tabel 3
Distribusi Pasien Menurut Kejadian Hiperemesis Gravidarum
di RS. Angkatan Laut Jala Ammari
Tahun 2009

Kejadian Hiperemesis Gravidarum Frekuensi Persentase
Hiperemesis Gravidarum
Tidak Hiperemesis Gravidarum 38
32 54
46
Total 70 100
Sumber : Data Primer
Tabel 3 menunjukkan bahwa yang mengalami Hiperemesis Gravi-darum sebanyak 38 (54%), sedangkan yang tidak mengalami Hiperemesis Gravidarum sebanyak 32 (46%).
4. Tingkatan Hiperemesis Gravidarum
Tabel 4
Distribusi Pasien Menurut Tingkat Hiperemesis Gravidarum
di RS. Angkatan Laut Jala Ammari
Tahun 2009

Tingkat Hiperemesis Gravidarum Frekuensi Persentase
I
II
III 26
12
0 68
32
0
Total 38 100
Sumber :Data Sekunder
Tabel 4 menunjukkan bahwa kasus Hiperemesis Gravidarum ter-banyak yaitu pada Hiperemesis tingkat 1 sebanyak 26 (68%), tingkat II senyak 12 (32%) dan tingkat III tidak terdapat kasus.
5. Hiperemesis Gravidarum Menurut Umur
Tabel 5
Distribusi Pasien Menurut Umur
di RS. Angkatan Laut Jala Ammari
Tahun 2009

Umur Frekuensi Persentase
< 20 tahun
20 – 35 tahun
> 35 tahun 12
10
16 32
26
42
Total 38 100
Sumber : Data Primer
Tabel 5 menunjukkan bahwa yang mengalami hiperemesis gravida-rum pada kelompok umur < 20 tahun sebanyak 12 (32%) dan pada kelom-pok umur > 35 tahun sebanyak 16 (42%)yang secara medis merupakan umur dengan kelompok resiko tinggi, sedangkan pada umur dengan kelompok resiko rendah yaitu 20 – 35 tahun sebanyak 10 (26%).
6. Hiperemesis Gravidarum Berdasarkan Paritas
Tabel 6
Distribusi Pasien Hiperemesis Gravidarum Menurut Paritas
di RS. Angkatan Laut Jala Ammari
Tahun 2009

Paritas Frekuensi Persentase
1
2 – 3
> 3 19
11
8 50
29
21
Total 38 100
Sumber : Data Primer
Tabel 6 menunjukkan bahwa dari 38 orang yang mengalami hiperemesis gravidarum terbanyak pada kelompok paritas 1 yaitu 19 (50%) orang, sementara pada paritaas 2 – 3 ada 11 (29%) orang dan pada paritas > 3 ada 8 (21%) orang



7. Hiperemesis Gravidarum Menurut Umur Kehamilan
Table 7
Distribusi Pasien Berdasarkan Umur Kehamilan
di Rumah Sakit Angkatan Laut Jala Ammari
Tahun 2009

Umur Kehamilan Frekuensi Persentase
Trimester I
Trimester II
Trimester III 25
13
0 66
34
0
Total 38 100
Sumber : Data Primer
Tabel 7 menunjukkan kasus hiperemesis gravidarum yaitu pada trimester I yaitu 25 (66%) kasus sedangkan trimester II yaitu 13 (34%) ka-sus dan pada trimester III tidak terapat kasus hiperemesis gravidarum.
B. Pembahasan
Hiperemesis Gravidarum secara umum adalah kondisi ketika muntah ter-jadi sangat hebat dan dapat mengarah pada kekurangan cairan tubuh dan kehi-langan berat badan.
Mual dan muntah merupakan hal yang wajar dan sering ditemukan dalam kehamilan terutama dalam trimester pertama namun biasa berlanjut ke trimes-ter kedua. Menurut penelitian Wiknjosastro H, 2002 bahwa 60% sampai 80% dari wanita yang pertama kali mengandung (primigravida) dan 40% sampai 60% dari wanita yang sudah pernah mengandung (multigravida) mengalami mual dan muntah.
Hiperemesis gravidarum dapat dideteksi dan dicegah pada masa kehami-lan dengan cara pemeriksaan kehamilan secara teratur. Hiperemesis gravida-rum paling sering dijumpai pada kehamilan trimester I namun biasa berlanjut pada trimester II, dengan penanganan yang baik Hiperemesis dapat teratasi dengan sangat memuaskan. Akan tetapi muntah yang terus menerus tanpa pengobatan dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang janin dalam ra-him. Pada tingkat yang lebih berat Hiperemesis dapat mengancam jiwa Ibu dan janin (Wknjosastro H. 2002)
Penelitian ini membahas mengenai gambaran kejadian Hiperemesis Gra-vidarum di Rumah Sakit Angkatan Laut Jala Ammari Makassar. Setelah dila-kukan pengumpulan data dengan wawancara ke responden dengan mengguna-kan kuesioner maka kejadian Hiperemesis Gravidarum pada Ibu hamil diba-has sebagai berikut :
1. Kejadian Hiperemesis Gravidarum
Dari hasil penelitian di dapatkan dari 70 orang ibu hamil yang menderita Hiperemesis Gravidarum sebanyak 38 (54%) dan yang tidak mengalami sebanyak 32 (56%).
Ini sesuai dengan tinjauan pustaka bahwa Hiperemesis Gravidarum banyak di temukan pada wanita hamil 60 – 80% dari wanita yang pertama kali hamil, dan 40 – 60% dari wanita yang sudah pernah mengandung.



2. Tingkatan Hiperemesis Gravidarum
Dari tabel 4 diatas tampak bahwa sebagian besar penderita Hiperemesis Gravidarum pada tingkat I sebanyak 26 (68%), tingkat II se-banyak 12 (32%), dan tingkat III tidak terdapat kasus.
Dari hasil tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa kasus Hiperemesis Gravidarum banyak dialami ibu hamil hanya pada tingkat I karena belum mendapat penanganan dari tim medis, dengan memeriksakan kehamilan secara teratur dan mendapat penanganan yang baik dari tim medis maka Hiperemesis Gravidarum tidak akan berlanjut ke tingkat II bahkan ketingkat III.
3. Hiperemesis Gravidarum berdasarkan umur.
Dari hasil penelitian didapatkan gambaran umum tentang penyebab Hiperemesis Gravidarum pada ibu hamil berdasarkan umur ibu dengan re-siko tinggi(umur <20 tahun dan >35 tahun) jumlahnya 73,68 % lebih besar dibandingkan dengan resiko rendah (umur 20 tahun sampai 35 tahun) yaitu sebanyak 26,32 % .
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa ibu yang terlalu mudah dimana secara fisikologis dan fungsional rahim seorang ibu belum matang sehingga belum sepenuhnya berfungsi secara optimal dan secara psikologis ibu belum siap untuk hamil dan menjadi orang tua.
Terjadinya Hiperemesis Gravidarum di bawa umur 20 tahun lebih di sebabkan oleh karena belum cukupnya kematangan fisik, mental dan fungsi social dari calon ibu sehingga menimbulkan keraguan apakah dia sanggup memberikan cinta kasih serta perawatan dan asuhan pada anak yang akan di lahirkannya nanti, hal ini bisa mempenagaruhi emosi ibu se-hingga terjadi konflik mental yang membuat ibu kurang nafsu makan. Bila ini terjadi maka bisa mengakibatkan iritasi lambung yang dapat memberi reaksi pada impuls motorik untuk member rangsangan pada pusat muntah melalui saraf otak kesaluran cerna bagian atas dan melalui saraf spinal ke diafragma dan otot abdomen sehingga terjadi muntah.
Sebaiknya seorang wanita yang usianya semakin tua mengakibat-kan penurunan fungsi termasuk organ- organ reproduksi dan secara psiko-logis ibu merasa tidak sanggup lagi mengurus anaknya, factor inilah yang memicu mual dan muntah yang berlanjut menjadi Hiperemesis Gravida-rum.
Hiperemesis Gravidarum yang terjadi di atas umur 35 tahun juga tidak terlepas dari factor psikologis yang di sebabkan oleh karena ibu be-lum siap hamil lagi atau malah tidak menginginkan kehamilan lagi. se-hingga akan merasa sedemikian tertekan dan menimbulkan stress pada ibu. Stress mempengaruhi Hipotalamus dan memberi rangsangan pada pusat muntah otak sehingga terjadi kontraksi otot abdominal dan otot dada yang disertai dengan penurunan diafragma menyebabkan tingginya tekanan dalam lambung, tekanan yang tinggi dalam lambung memaksa ibu untuk menarik nafas dalam – dalam sehingga membuat Sfingter Esophagus bagian atas terbuka dan Sfingter bagian bawah Berelaksasi, inilah yang memicu mual dan muntah.
4. Hiperemesis Gravidarum berdasarkan paritas
Seperti halnya dengan umur paritas merupakan salah satu factor yang berperan terhadap tingginya kecenderungan terjadi hiperemesis gra-vidarum sebagai sal satu keadaan yang berakibat patologi bagi ibu dan janin yang dikandungnya.
Hasil penelitian ini didapatkan dari 38 ibu dengan hiperemesis gra-vidarum ditemukan pada paritas 1 dan ≥ 3 sebanyak 71, 05 % yang secara medis kelompok tersebut merupakan kelompok beresiko tinggi sedangkan pada resiko rendah yaitu paritas 2 - 3 ditemukan sebanyak 28,95 %
Hiperemesis gravidarum lebih banyak terjadi pada wanita yang baru pertama kali hamil dan pada wanita dengan paritas tinggi seperti ibu yang sudah mempunyai 4 orang anak hal ini tidak terlepas oleh karena fac-tor psikologi yakni takut pada tanggung jawab sebagai ibu, dapat menye-babkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah (Helen V. 2004)
Pada wanita yang pertama kali hamil sering terjadi mual dan mun-tah karena belum siap secara mental menghadapi kehamilannya, belum siap menghadapi perubahan yang terjadi dalam dirinya seperti perubahan bentuk tubuh, buah dada membesar, munculnya jerawat di wajah atau kulit muka yang mengelupas. Mual dan muntah pada ibu yang pertama kali hamil bisa terjadi karena takut dalam menghadapi kehamilan dan per-salinan dan takut terhadap tanggungjawab sebagai ibu.
5. Hiperemesis Gravidarum menurut umur kehamilan.
Berdasarkan umur kehamilan kasus hipermesis gravidarum terban-yak ditemukan pada penderita dengan umur kehamilan >12-24 minggu (trimester II) yaitu sebanyak 13 atau 34,22% dan pada umur kehamilan >24-42 minggu tidak ditemukan kasus
Hipermesis gravidarum paling banyak ditemukan pada penderita dengan umur kehamilan 0-12 minggu (trimester I) ini disebabkan karena meningkatnya kadar hormon estrogen dan HCG dalam serum. Hal ini akan hilang dengan sendirinya sejalan dengan sendirinya sejalan dengan ibu da-pat memahami dan manerima perubahan yang dialami.



BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui gambaran kejadian Ibu hamil dengan Hiperemesis Gravidarum berdasarkan umur, paritas dan umur kehamilan, maka sesuai hasil penelitian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Hiperemesis Gravidarum lebih banyak terjadi pada Ibu umur 35 tahun yaitu 42%
2. Hiperemesis Gravidarum lebih banyak ditemukan pada paritas I yaitu 50%
3. Hiperemesis Gravidarum lebih banyak terjadi pada umur kehamilan 0–12 minggu (trimester I) yaitu 66% sedangkan pada umur kehamilan <12 sampai 24 minggu (trimester II) yaitu 34%.
B. Saran
1. Bagi pasangan yang menikah usia muda hendaknya merencanakan kehami-lan pada usia reproduksi sehat antara 20 – 30 tahun.
2. Ibu yang mempunyai paritas tinggi sebaiknya mengikuti program KB yang dianjurkan oleh pemerintah.
3. Ibu hamil dianjurkan untuk meningkatkan pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali dimulai dari umur kehamilan muda.

MANAJEMEN LAKTASI

MANAJEMEN LAKTASI

Seorang ibu dengan bayi pertamanya mungkin akan mengalami berbagai masalah ketika menyusui, hanya karena tidak mengetahui cara-cara yang sebenarnya sangat sederhana, seperti cara meletakkan bayi pada payudara ketika menyusui, isapan bayi yang mengakibatkan puting terasa lecet, dan masih banyak lagi masalah yang lain. Untuk mencapai keberhasilan menyusui diperlukan pengetahuan mengenai :
1. Tehnik menyusui yang benar yaitu :
a. Yakinkan bahwa payudara dan puting susu normal selama kehamilan, untuk puting yang tidak keluar, pijatan dan tarikan-tarikan puting kearah luar selama beberapa menit pada akhir trimester terakhir akan membantu menyangga bagian sadar puting.
b. Ibu menyusui bayi dengan rasa simpati dan ramah.
c. Ibu menyusui bayinya secepatnya setelah kelahiran dan biarkan bayi mengisap selama diinginkan pada kedua payudara untuk merangsang produksi ASI dan kontraksi uterus. Ibu dan bayi harus selalu berdekatan setelah proses kelahiran , karena kehadiran bayi akan merangsang reflex “let down”
d. Pastikan bahwa bayi mendapat kolostrum yang mengandung zat gizi dan anti body
e. Jangan memberikan susu botol, karena akan mengganggu perkembangan proses hisapan bayi
f. Berikan dorongan pada ibu agar mau menyusui banyinya kapan saja dan dimana saja bayi membutuhkan
g. Bersihkan puting susu paling sedikit sekali sehari dengan menggunakan air bersih, jangan menggunakan sabun atau alkohol , karena akan menyebabkan kulit puting susu menjadi keriting dan mudah terpecah
h. Berikan kedua buah payudara ke bayi secara bergantian, pengosongan payudara secara teratur akan merangsang produksi ASI
i. Beristirahatlah yang cukup dan mengkonsumsi makanan yang seimbang, yaitu dengan menambahkan 500 kkal energy, 17 gram protein/harinya dari konsumsi biasanya
j. Apabila proses menyusui berjalan normal, maka bayi akan menjadi sehat, begitu juga ibu.
2. Posisi dan perlengkapan menyusui Ada berbagai macam posisi menyusui, yang biasa dilakukan adalah dengan duduk, berdiri atau berbaring. Ada posisi khusus yang berkaitan dengan situasi tertentu seperti menyusui bayi kembar dilakukan dengan cara seperti memegang bola ( football position), dimana kedua bayi disusui secara bersamaan kiri dan kanan. Pada ASI yang memancar (penuh), bayi ditengkurap diatas dada ibu, tangan ibu sedikit menahan kepala bayi, dengan posisi ini maka bayi tidak akan tersedak


3. Langkah-langkah menyusui yang benar
a. Sebelum menyusui ASI dikeluarkan sedikit, kemudian dioleskan pada putting dan sekitar kalang payudara. Cara ini mempunyai manfaat sebagai disinfectant dan menjaga kelembaban putting susu
b. Bayi diletakkan menghadap perut ibu/ payudara
1) Ibu duduk atau berbaring santai, bila duduk lebih baik menggunakan nursi yang rendah (agar kaki ibu tidak menggantung) dan punggung ibu bersandar pada sandaran kursi
2) Bayi dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan, kepala bayi terletak pada lengkung siku ibu (kepala tidak boleh menengadah, dan bokong bayi ditahan dengan telapak tangan).
3) Satu tangan bayi diletakkan dibelakang badan ibu, dan yang satu didepan
4) Perut bayi menempel pada badan ibu, kepala bayi menghadap payudara (tidak hanya membelokkan kepala bayi)
5) Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus
6) Ibu menatap bayi dengan kasih saying
7) Payudara dipegang dengan ibu jari diatas jari yang lain menopang dibawah, jangan menekan putting susu atau kalang payudara nya saja







c. Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut (rooting reflex) dengan cara :
1. menyentuh pipi dengan piuting susu atau,
2. menyentuh sisi mulut bayi
3. Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan ke payudara ibu dan putting serta kalang payudara dimasukkan kemulut bayi
4. Usahakan sebagai besar kalang payudara dapat masuk ke mulut bayi , sehingga puting susu berada dibawah langit-langit dan lidah bayi akan menekan ASI yang terletak dibawah kalang payudara. Posisi yang salah apabila bayi hanya mengisap pada putting susu saja, karena akan mengakibatkan masuknya ASI yang tidak adekuat dan putting susu lecet.
5. Setelah bayi mulai mengisap payudara tidak perlu dipegang atau disangga lagi
d. Melepas isapan bayi
Setelah menyusui pada satu payudara sampai terasa kosong, sebaiknya diganti dengan payudara yang satunya. Cara melepas isapan bayi :
1. Jari kelingking ibu dimasukkan ke mulut bayi melalui sudut mulut atau,
2. Dagu bayi ditekan kebawah
3. Setelah selesai menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada puting susu dan disekitar kalang payudara dan biarkan kering dengan sendirinya .
Malam hari sangat berguna bagi ibu yang bekerja, karena dengan sering disusukan pada malam hari akan memacu produksi ASI dan juga dapat mendukung keberhasilan menundah kehamilan
Untuk menjaga keseimbangan besarnya kedua payudara , maka sebaiknya setiap kali menyusui harus digunakan kedua payudara n dan diusahakan sampai payudara terasa kosong, agar produksi ASI tetap baik. Setiap menyusui dimulai dengan payudara yang terakhir disusukan selama masa menyusui sebaiknya menggunakan kutang (BH) yang dapat menyangga payudara tetapi yang tidak terlalu ketat




e. Menyendawakan bayi
Tujuan menyendawakan bayi adalah mengeluarkan udara dari lambung supaya bayi tidak muntah (gumoh) setelah menyusui. Cara menyendawakan bayi adalah :
1. Bayi digendong tegak dengan bersandar pada suhu ibu, kemudian punggungnya ditepuk perlahan-lahan.
2. Bayi tidur tengkurap di pangkuan ibu kemudian punggungnya di tepuk perlahan-lahan.
3. Cara pengamatan teknik menyusui yang benar
Teknik menyusui yang tidak benar dapat mengakibatkan putting susus menjadi lecet, ASI tidak keluar optimal sehingga mempengaruhi produksi ASI selanjutnya atau bayi enggan menyusui. Untuk mengetahui bayi telah menyusui dengan teknik yang benar dapat dilihat :
a. Bayi tampak tenang
b. Badan bayi menempel pada perut
c. Mulut bayi terbuka lebar
d. Dagu menempel pada payudara ibu
e. Sebagian besar kalang bayi payudara masuk kedalam mulut bayi
f. Bayi tampak mengisap kuat dengan irama perlahan
g. Putting susu ibu tidak terasa nyeri
h. Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus
i. Kepala tidak mengadah.
4. Lama dan frekuensi menyusui
Sebaiknya menyusui bayi tanpa dijadwal (ondemand), karena bayi akan menentukan sendiri kebutuhan. Ibu harus menyusui bayinya bila bayi menangis bukan karena sebab lain (kencing, dsb) atau lebih sudah merasa perlu menyusui bayinya. Bayi yang sehat dapat mengosongkan satu payudara sekitar 5 -7 menit dan ASI dalam lambung bayi akan kosong dalam waktu 2 jam. Pada awalnya bayi akan menyusui dengan jadwal yang tak teratur, dan akan mempunyai pola tertentu setelah 1 – 2 minggu kemudian.
Menyusui yang dijadwalkan akan berakibat kurang baik. Karena isapan bayi sangat berpengaruh pada rangsangan ASI selanjutnya. Dengan menyusui tanpa dijadwal,sesuai kebutuhan bayi, akan mencegah banyak masalah yang mungkin timbul.

MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI “F” DENGAN ASFIKSIA RINGAN DI RS. BHAYANGKARA MAKASSAR

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat dilahirkan bayi biasanya aktif dan segera menangis yang merangsang pernapasan. Denyut jantung akan menjadi stabil pada frekuensi 120 sampai 140 kali per menit. Akan tetapi, beberapa bayimengalami depresi saat dilahirkan, dengan menunjukkan gejala tonus otot yang menurun dan mengalami kesulitan mempertahankan pernapasan yang normal (Saifuddin, A..B,2006, Hal. 347). Keadaan ini disebut asfiksia.
Sekitar 24% bayi yang berumur kurang dari satu bulan meninggal karena asfiksia, walaupun angka kejadian ditingkat nasional berkisar 3%, asfiksia perlu penanganan yang benar agar tidak menimbulkan kecacatan bayi dan gangguan pada tumbuh kembangnya dikemudian hari. Resiko dari bayi yang mengalami asfiksia ringan dapat mengakibatkan gangguan bicara dan epilepsi. Sedangkan asfiksia berat dapat mengakibatkan kerusakann otak permanen dan mengganggu tumbuh kembang anak seperti tidak bias duduk, tidak bias merangkak, dan tidak bisa bicara (http://www.Cybertokoh, online, diakses tanggal 25 juni 2009)
Angka kematian bayi (AKB) pada tahun 2008 di Negara-negara Asosiation Of South East Asia Nation (ASEAN) seperti Malaysia 8 per 1000 kelahiran hidup, Thailand 15 per 1000 kelahiran sedangkan Indonesia 356 per 1000 kelahiran hidup (http://www.Dep.Kes.co.id, online, diakses tanggal 25 juli 2009).
Berdasarkan data yang diperoleh dari dinas kesehatan propinsi Sulawesi selatan tahunn 2008 tercatat jumlah kematian bayi 4,21 per 1000 kelahiran hidup dengan penyebab berat badan lahir rendah (BB LR) 260 orang (46,5%) asfiksia 185 orang (32,6%) tetanus neonatorum 9 orang (1,58%) dan penyebab lain 109 orang (19,2%). (Profil Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan Tahun 2008).
Data Rumah Sakit Bhayangkara Makassar bagian Medical Record pada tahun 2008 tercatat jumlah kelahiran bayi sebanyak 970 orang. Dari data tersebut mengalami asfiksia ringan sebanyak 91 ( 9,4%) orang dan sisanya bayi yang tidak mengalami asfiksia sebanyak 879 (90,6%) orang.
Sehubungan dengan masih tingginya kejadian asfiksia yang ditemukan serta besarnya yang ditimbulkan sehingga penulis termotivasi untuk membahas lebih lanjut Karya Tulis Ilmiah dengan judul Manajemen Asuhan Kebidanan pada Bayi “F” dengan Asfiksia Ringan di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar tanggal 28 s.d 31 Juli 2009.

B. Ruang Lingkup Penulisan
Ruang lingkup dalam penulisan karya tulis ini, penulis membatasi pada penerapan Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Bayi “F” dengan Asfiksia ringan di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar Tanggal 28 s.d 31 Juli 2009.
C. Tujuan Penulisa
1. Tujuan Umum
Melaksanakan Asuhan Kebidanan pada Bayi “F” dengan Asfiksia Ringan di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar Tanggal 28 s.d 31 Juli 2009, dengan menggunakan proses menejemen Kebidanan sesuai dengan wewenang bidan
2. Tujuan Khusus
a. Melaksanakan pengkajian pada bayi “F” dengan Asfiksia Ringan di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar Tanggal 28 s.d 31 Juli 2009.
b. Merumuskan diagnosa dan masalah actual pada bayi “F” dengan Asfiksia Ringan di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar Tanggal 28 s.d 31 Juli 2009.
c. Merumuskan Diagnosa dan masalah potensial pada bayi “F” dengan Asfiksia Ringan di Rumah Bhayangkara Makassar tanggal 28 s.d 31 Juli 2009.
d. Memberikan Diagnosa dan Masalah potensial pada bayi “F” dengan Asfiksia Ringan di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar tanggal 28 s.d 31 Juli 2009.
e. Menyusun rencana asuhan kebidanan pada bayi “F” dengtan Asfiksia Ringan di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar tanggal 28 s.d 31 Juli 2009.
f. Melaksanakan tindakan asuhan pada bayi “F” dengan Asfiksia Ringan di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar tanggal 28 s.d 31 Juli 2009.
g. Mengevaluasi asuhan kebidanan pada bayi “F” dengan Asfiksia Ringan di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar tanggal 28 s.d 31 Juli 2009.
h. Mendokumentasikan semua tindakan asuhan kebidanan yang telah dilakukan pada bayi “F” dengan Asfiksia Ringan di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar tanggal 28 s.d 31 Juli 2009.
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat praktis
Sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan ujian akhir Program Pendidikan Diploma III Kebidanan Makassar.
2. Manfaat Ilmiah
Diharapkan Karya Tulis ini dapat memperluas pola piker dan ilmu pengetahuan serta sebagai bahan inspirasi peneliti selanjutnya.
3. Manfaat bagi Institusi
Sebagai bahan ajuan bagi institusi pendidikan dan tenaga bidan untuk penulisan karya tulis ilmiah selanjutnya.
4. Manfaat bagi penulis
Merupakan pengalaman yang dapat menambah kemampuan, keterampilan, dan ilmu pengetahuan dalam penerapan Manajemen Asuhan Kebidanan dengan Asfiksia Ringan.

E. Metode Penulisan
Dalam menyusun karya tulis ilmiah ini metode yang digunakan adalah
1. Studi kepustakaan
Mempelajari literature-literatur, mengumpulkan data dari internet yang berkaitan dan relevan dengan Asfiksia Ringan sebagai dasar teoritis yang digunakan pada pembahasan karya tulis.
2. Studi kasus
Dengan menggunakan metode pendekatan proses asuhan kebidanan yang meliputi : pengkajian dan analisa data, menetapkan diagnose atau masalah aktual dan potensial, melaksanakan tindakan segera dan kolaborasi menyusun rencana tindakan, melaksanakan tindakan dan mengevaluasi asuhan kebidanan serta mendokumentasikan.
Untuk menghimpun data atau informasi dalam pengkajian menggunakan teknik :
a. Anamnese
Anamnese langsung dengan ibu, keluarga, bidan dan dokter diruang perawatan yang berhubungan dengan masalah klien.
b. Pemeriksaan fisik
Melakukan pemeriksaan fisik lainnya secara sistemmatis pada klien dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi dan pemeriksaan peninjang atau laboratorium.

3. Studi Dokumentasi
Membaca dan mempelajari status kesehatan yang berhubungan dengan keadaan klien baik yang bersumber dari catatan perawaratan maupun dari sumber lain yang menunjang yaitu hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan diagnostik lainnya.
4. Diskusi
Diskusi dengan tenaga kesehatan yaitu bidan atau dokter yang menangani klien tersebut dan dosen pembimbing karya tulis ilmiah ini



F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan untuk penulisan karya tulis ini terdiri dari :
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang Ruang lingkup penulisan
1. Tujuan penulisan
a. Tujuan Umum
b. Tujuan Khusus
2. Manfaat penulisan
a. Manfaat praktis
b. Manfaat Ilmiah
c. Manfaat Institusi
d. Manfaat bagi Penulis
3. Metode Penulisan
a. Studi Kepustakaan
b. Studi Kasus
c. Studi Dokumentasi
d. Studi Diskusi
4. Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Tinjauan Umum Tentang Bayi Baru Lahir
a. Pengertian
b. Perawaratan
2. Tinjauan Umum Tentang Asfiksia
a. Pengertian Asfiksia
b. Etiologi Asfiksia
c. Klasifikasi Asfiksia
d. Tanda dan Gejala Asfiksia
e. Diagnosa Asfiksia
f. Patofisiologi Asfiksia
g. Penatalaksanaan Asfiksia
3. Proses Manajemen Asuhan kebidanan
a. Pengertian Manajemen Asuhan Kebidanan
b. Tahap Dalam Manajemen Asuhan Kebidanan
c. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan
BAB III STUDI KASUS
A. Langkah I Pengumpulan Data
B. Langkah II Identifikasi Diagnosa / Masalah Aktual
C. Langkah III Antisipasi Diagnosa / Masalah Potensial
D. Langkah IV Tindakan Segera atau Kolaborasi
E. Langkah V Rencana Tindakan Asuhan Kebidanan
F. Langkah VI Impementasi Asuhan Kebidanan
G. Langkah VII Evaluasi Asuhan Kebidanan
H. PendokumentasianAsuhan Kebidanan
BAB IV PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis membandingkan antara teori dan fakta yang ada. Di bahas secara sistematis mulai dari pengumpulan data, identifikasi diagnose/masalah actual, antisipasi diagnose/masalah potensial, tindakan segera atau kolaborasi, rencana tindakan asuhan kebidanan, implementasi asuhan kebidanan dan evaluasi asuhan kebidanan.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. TinjauanUmum Tentang Bayi Baru Lahir
1. Pengertian
Bayi yang baru lahir adalah bayi yang baru mengalami proses kelahiran yang harus menyesuaikan diri dari kehidupan intra uterin ke kehidupan ekstra uterin (varney, 2002. Hal. 247).
2. Perawatan
Hal ini ditunjuksn untuk merawat bayi baru lahir pada menit-menit pertama kehidupan :
a. Pertahankan kebersihan jalan nafas.
b. Menjaga bayi tetap hangat.
c. Memperlihatkan bayi pada orang tua dan tempatkan pada perut ibu.
d. Klem dan potong tali pusat.
e. Catat nilai apgar 1 dan 5 menit pertama.
f. Melakukan segera pemeriksaan menyeluruh pada bayi.
g. Semua bayi baru lahir dan cukup bulan perlu diberi vitamin K peroral 1 Mg/hari selama 3 hari.
h. Obat mata perlu diberikan pada jam pertama setelah persalinan.
i. Beri ASI sesuai dengan kebutuhan setiap 2-3 jam mulai dari hari pertama.
j. Menjaga tali pusat dalam keadaan bersih dan kering.
k. Mengukur suhu tubuh bayi jika tampak sakit atau menyusu kurang baik. (Saifuddin, A.B, dkk 2002. Hal 30

B. Tinjauan Umum Tentang Asfiksia
1. Pengertian
a. Asfiksia adalah keadaan bayi dimana bayi yang baru dilahirkan tidak menangis, tidak bernafas secara spontan dan teratur sehingga oksigenasi terganggu ke organ vital yakni otak yang menyebabkan hipoksia otak (http://www.cybertokoh, online, diakses tanggal 25 juli 2009).
b. Asfiksia adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur setelah lahir (Wiknjosastro,2005 Hal.157)
c. Asfiksia adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga menurunkan O2 dan makin meningkatnya CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan yang lebih lanjut (Manuaba I.B.G, 2004. Hal.118).\
2. Penyebab Asfiksia
Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum yang terjadi karena pertukaran gas secara transfer O2 dari ibu ke janin- sehingga terjadi gangguan dalam persediaan O2 dalam menghilangkan CO2 (Wiknjosastro H, 2005. Hal. 710).
Asfiksia dapat terjadi selama masa kehamilan atau persalinan. Asfiksia dalam kehamilan dapat disebabkan oleh :
a. Penyakit akut dan kronis
b. Keracunan obat bius
c. Uremia
d. Toksemia gravidarum
e. Anemia berat
f. Cacat bawaan
g. Trauma
Asfiksia dalam persalinan dapat disebabkan oleh :
1. Kekurangan O2, misalnya pada :
a) Partus lama
Merupakan persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan lebih dari 18 jam pada multi, pada partus lama kontraksi rahim yang terjadi lebih dari 24 jam dapat menyebabkan gangguan pertukaran CO2 dan O2 pada janin dan dapat menyebabkan Asfiksia ( Manuaba, 2004. Hal 292).
b) Lilitan tali pusat
Gerakan janin dalam rahim yang aktif pada tali pusat yang panjang kemungkinan dapat terjadi lilitan tali pusat. Lilitan tali pusat pada leher sangat berbahaya, apalagi bila lilitan terjadi beberapa kali dapat diperkirakan bahwa semakin masuk kepala janin ke dasar panggul makin erat lilitan tali pusat dan makin terganggu aliran darah menuju dan dari janin (Manuaba, 2004. Hal.239).
c) Kehamilan lewat waktu
Kehamilan lewat waktu merupakan kehamilan yang melebihi 42 minggu belum terjadi persalinan. Pemarsalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak sangggup memberi nutrisi dan pertukaran O2 dan CO2 sehingga janin mempunyai resiko Asfiksia (Manuaba, 2004. Hal. 222).
2. Faktor Ibu
a) Gangguan his
Tetani uteri adalah his yang terlalu kuat dan terlalu sering seahingga dapat terjadi hipoksia janin dan menyebabkan janin dan menyebabkan bayi lahir dengan asfiksia (Rustam Mochtar, 1998.Hal. 208).
b) Vakso kontraksi arterial
I. Hipertensi dalam kehamilan berarti bahwa wanita telah menderita hipertensi sebelum hamil, disebut juga sebagai preeclampsia tidak murni. Prognosis pada janin juga kurang baik, karena adanya insufisiensi plasenta (Manuaba 2004. Hal. 273).
II. Pre-eklampsia merupakn penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, endema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Pada pre-eklampsia terjadi spasme pembuluh darah arterial menuju organ penting dalam tubuh yang dapat menimbulkan mengecilnya aliran darah menuju retro plasenter yang menimbulkan gangguan pertukaran nutrisi, CO2, dan O2 yang dapat menyebabkan asfiksia (Manuaba, 2004. Hal. 239-240).
3. Tanda dan Gejala Asfiksia
Gejala asfiksia neonatorum yang khas antara lain meliputi pernafasan cepat, pernapasan cuping hidung, sianosis dan nadi cepat.
a. Sebelum lahir
1) Djj iregulerdan frekuensinya lebih dari 160 kali permenit atau kurang dari 100 kali permenit.
2) Mekonium dalam air ketuban.
b. Setelah lahir
1) Bayi tampak pucat dan kebirubiruan serta tidak dapat bernafas.
2) Kalau mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neorologik seperti kejang, nistagmus dan menangis kurang baik/tidak baik
(Mochtar R, 1998. 327).
4. Diagnosis Asfiksia
Untuk dapat menegakkan diagnosis gawat janin dapat ditetapkan dengan melakukan pemeriksaan sebagai berikut.
1. Pada saat proses persalinan
a) DEnyut jantung janin itu antara 120- 160 x/menit.
b) Mungkin jumlah sama dengan normal tetapi tidak teratur.
c) Jumlah menurun dibawa 100 x/menit apalagi di sertai irama yang tidak teratur.
d) Terdapat mekonium dalam air ketuban.
2. Melakukan penelitian asfiksia pada bayi baru lahir
Salah satu cara lain yang lebih sederhana untuk menilai asfiksia pada bayi baru lahir yaitu seperti pada table di bawah ini :
Table 1. Penilaian Asfiksia.
Nilai /yang Dinilai 0 1 2
Pernapasan
Frekuensi jantung
Warna kulit Tidak ada
Tidak ada
Biru Lemah, tidak teratur.
≤ 100 x/menit
Badan, merah,
ekstermitas biru. Baik/meringis.
> 100 x/ menit.
Seluruh tubuh kemerahan.
Sumber : depkes RI, Pelayanan Kesehatan Neo Natal Esensial, 1999
Nilai APGAR tidak di pakai unruk menentukan kapan kita menilai resusitasi atau untuk membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi.
( wiknjosastro H. 2005, Hal711 )
5. Klasifikasi Klinis
Asfiksia terbagi atas :
a. Asfiksia berat (0-3)
Memerlukan resusitasi segera secara aktif dan pemberian O2 terkendali.
b. Asfiksia ringan-sedang (4-6)
Memerlukan resusitasi dan pemberian O2 sampai bayi dapat bernafas normal kembali.
c. Bayi normal atau sedikit asfiksia (7-9)
d. Bayi normal (10)
(http://www.dkk-bpp, online diakses tanggal 26 juli 2009)
6. Patofisiologi Asfiksia.
Selam kehidupan intra uterin paru- paru kurang memegang peranan dalam fungsi pertukaran gas karena pemberian O2 dan pengeluaran CO2 dilakukan oleh plasenta, karena O2 diberikan kepada janin melalui plasenta maka paru-paru tidak berisi udarah, alveoli janin berisi cairan yang dibentuk didalam paru-paru itu sendiri.
Paru-paru janin yang terisi cairan tidak dapat dipakai untuk pernapasan juga peredaran darah lewat paru-paru janin sangat rendah dibandingkan dengan peredaran darah yang diperlukan sesudah kelahiran. Ini adalah akibat dari terjadinya kontraksi pembuluh darah arterioli di dalam paru-paru janin, kebanyakan dari aliran darah janin dialirkan dari paru-paru melalui duktus atreriosis.
Pada bayi-bayi narmal, segerah sesudah lahir paru-paru berkembang sambil terisi udara, cairan paru-paru janin berangsur-angsur keluar dari alveoli, pada saat yang sama paru-paru mulai berkembanga dan cairan paru-paru mulai dikeluarkan, arterioli di paru-paru mulai membuka yang menyebabkan peningkatan aliran masuk ke dalam jaringan paru-paru, duktus arteriosus mulai menciut bersama –sama dengan menimgkatnya kadar oksigen dalam darah. Aliran darah yang sebelumnya melewati duktus arteriotus sekarang dialirkan melalui paru-paru dimana O2 akan diambil untuk dibawah kejaringan di seluruh tubuh, duktus arteriosus akan tetapi menciut dan sirkulasi darah yang normal untuk kehidupan eksrta uteri mulai bekerja.
Pada bayi asfiksia, pada waktu lahir paru-paru tidak berkembang sehingga menggunakan pengeluaran cairan paru-paru akibatnya bayi takpak apnu atau menunjukkan upaya pernapasan yang lemah. Selain itu peredaran darah di paru-paru bayi normal meningkat tapi pada bayi asfiksia peredaran darahnya menurun. Sering dinyatakan dengan vaso kontraksi paru-paru sehingga pembuluh darah tetap tertutup, sehingga duktus arteriosus tetap terbuka untuk mempertahankan aliran tubuh bayi, sehingga seorang bayi yang mengalami asfiksia menunjukkan hipoksia (kadar oksigen darah yang rendah) dan asidosis atau penurunan pH darah (Resusitasi Neonatus, 2000. Hal.463).
7.Penatalaksanaan resusitasi
Untuk mendapatkan hasil yang sempurnah dalam resusitasi, prinsip dasar yang perlu dinginkan adalah :
a. Mencegah kehilangan napas dan mengiringkan tubuh bayi
b. Meletakkan bayi dalam posisi yang benar :
Bayi diletakkan terlentang diatas alas yang benar, kemudian kepala lurus dan leher sedikit tengada (ekstensi).


c. Membersihkan jalan napas :
Kepala bayi yang dimiringkan agar cairan berkumpul dimulut kemudian mulut dibersihkan terlebih dahulu dengan tujuan agar cairan tidak teraspirasi dan hisapan pada hidung akan menimbulkan pernapasan megap-megap.
d. Menilai bayi
Penilaian bayi dilakukan berdasarkan 3 gejelah yang sangat penting bagi kelanjutan hidup bayi :
1) Usah pernapasan
Apabila bayi bernapas spontan dan memadai, lanjutkan dengan menilai frekuensi jantung. Dan bila bayi sukar bernapas dilakukan rangsangan taktil dengan menepuk-nepuk atau menyentil telapak kaki bayi atau menggosok-gosok punggung bayi sambil memberikan oksogen. Setelah beberapa detik tidak terjadi reaksi atas rangsangan taktil mulailah pemberian VTP (Ventilasi Tekanan Positif).
Urutan langka berikut adalah langkah bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang mempunyai alat sungkup dan balon resusitasi. Bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak mempunyai alat tersebut Puskesmas atau Bidan, dapat melakukan resusitasi dengan alat sungkup atau tabung.
a) Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar.
b) Agar VTP efektif, kecepatan memompa (kecepatan ventilasi) dan tekana ventilasi harus sesuai.
c) Kecepatan Ventilasi
Kecepatan venrulasi sebaiknya 40-49 kali permenit.
d) Tekanan Ventilasi
Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut. Nafas pertama setelah lahir, membutuhkan 30-48 cm H2O. Setelah napas pertama, membutuhkan 15-20 cm H2O. Bayi dengan kondisi penyakit paru-paru berakitat turunnya Compliance membutuhkan 20-40 cm H2O. Tekanan ventilasi hanya dapat diatur apabila digunakan balon yang mempunyai pengukuran tekanan.
e) Observasi gerakan dada bayi
Adanya gerakan dada pada bayi turun naik merupakan bukti bahwa sungkup terpasang dengan baik dan paru-paru mengembang. Bayi seperti menarik nafas panjang menunjukkan paru-paru terlalu mengembang, yang berarti tekanan yang diberiakan terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan Pneumotoraks.
f) Observasi gerak perut bayi
Gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi yang efektif. Gerakan perut mungkin disebabkan masuknya udah kedalam lambung.
g) Penilaian suatu nafas bilateral
Suatu nafas didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya suara nafas dikedua paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang benar.
h) Observasi pengembangan dada bayi.
Apabila dada terlalu berkembang kurangi tekanan dengan mengurangi meremas balon. Apabila dada kurang berkembang mungkin disebabkan oleh salah satu penyebab berikut :
(1) Pelekatan sungkap kurang sempurna
(2) Arus udara terhambat
(3) Tidak cukup tekanan
2) Frekuensi denyut jantung
Setelah menilai usaha bernapas dan melakukan tindakan yang diperlukan, tanpa memperhatikan pernapasan apakah spontan, normal, atau tidak, segetah lalukan penilaian frekuensi dengan jantung bayi. Bila frekuensi denyut jantung kurang dari 100 kali per menit, walaupun bayi bernapas spontan menjadi indikasi untuk dilakukan VTP. Bila detak jantung tidak dapat dideteksi, epinefrim harus segera diberikan pada sast yang sama VTP dan kompresi dada dimulai
3) Warnah kulit
Penilaian warnah kulit dilakukan apabila bayi bernapas spontan dan frekuensi denyut jantung bayi lebih dari 100 kali per menit.
Tindakan –tindakan yang dilakukan pada bayi dibagi dalam 2 golongan :
a. Tindakan umum
Tindakan ini dikerjakan tanpa menilai nilai apgar, segera setelah bayi lahir diusahakan agar beyi mendapatkan pernapasan yang baik, harus dicegah dan dikurangi kehilangan nafas dari tubuhnya. Penggunana sinar lampu untuk pernapasan luar dan untuk mengeringkan tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi.
Bayi diletakkan dengan kepala lebih rendah dan penghisapan seluruh pernapasan bagian atas segerah dilakukan. Hal ini harus dilakukan secara hati-hati untuk menghindarkan timbulnya kerusakan-kerusakan mukosa jalan nafas, sparmus laring atau kolaps paru-paru. Apbila perlu, bayi dilarang dengan memukul telapak kaki atau memijat tendo Achilles, atau pada bayi-bayi tertentu diberi suntikan vitamin K (Wilnjosastro H, 2005,Hal 712).
b. Tindakan khasus
Tindakan ini dikerjakan setelah tindakan umum diselenggarakan tanpa hasil, prosedur yang dilakukan disesuaikan dengan beratnya asfiksia yang timblul pada bayi yang dinyatakan oleh tinggi rendahnya nilai apgar.
(1) Asfiksia berat nilai apgar (0-3)
Tindakan pada bayi dengan asfiksia berat :
(a) Menerima bayi dengan kain hangat.
(b) Letak bayi pada meja resusitasi.
(c) Bersihkan jalan nafas sambil memompa jalan nafas denagan penlon (Ambubag)
(d) Berikan oksigen 4-5 liter per menit.
(e) Bila tidak berhasil biasanya dipasang ETT (Endo Tracheal Tubel).
(f) Bersihkan jalan nafas melalui lubang ETT.
(g) Bila bayi bernafas tetepi bayi masi sianosis/biru biasanya diberikan terapi natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc, dekstrose 40% sebanyak 4cc.
(h) Bila asfiksia berkelanjutan bayi masuk NICU (Neonatus Intensif Careng Unik) dan infuse terlebih dahulu.
Apabila setelah 15-30 detik bayi tidak bernafas spontan dan denyut jantung kurang dari 60 kali per menit atau 60-80 kali per menit dan tidak bertambah dilakukan kompresi dada. Apabila denyut jantung kurang dari 80 kali per menit mulai pemberian obat (Wiknjasastro H,2005,Hal 713).
(2) Asfiksia ringan –sedang (Nilai apgar 4-6)
Tindakan pada asfiksia ringan-sedang :
(a) Bayi dibungkus gengan kain lalu dibawah ke meja resusitasi.
(b) Bersihkan jalan nafas dengan menghisap lender pada hidung kemudian disekitar mulut.
(c) Bila berhasil teruskan dengan perawatan selanjutnya yaitu menbersihkan badan bayi, perawatan tali pusat dab lainnya.
(d) Observasi suhu tubuh untuk sementara waktu masukkan bayi kedalam incubator.
C.Tinjauan Umum Tentang Asuhan Kebidanan
1. Pengertian Manajemen Asuhan Kebidanan
Manajenen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmia, temuan, keterampilan dalam rangkaian/tahapan yang logis untuk mengambil suatun keputusan yang terfokus pada klien.(Hj.Salma, 2006, hal 155).
2.Tahapan dalam Manajemen Asuhan Kebidanan (Hj.Salma,2006,hal 155)
Manajemen kebidanan terdiri dari beberapa langkah yang berurutan yang dimulai dengan pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi.
Proses manajemen kebidanan terdiri dari langka-langka berikut :
a. Langkah 1 (Tahap Pengumpulan Data Dasar)
Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengam kondisi klien.
Data yang diperoleh dalam kasus ini :
1) Anamnesa
a. Bayi “ F “ lahir matur / aterm
b. Bayi tdk segera menangis
c. Kulit bayi berwarna merah ekstremitas biru
d. Frekuensi jantung lemah
2) Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital :
a. Pernafasan : 34x / menit (N : 30-60 x / menit)
b. Suhu Badan : 36.6 °C (N : 36.5 – 37.2 °C)
c. Frekuensi Jantung : 110 x / menit (N : 100 – 120 x / menit)
3) Pemeriksaan khusus
a. Inspeksi
b. Palpasi
c. Auskultasi
d. Perkusi
4) Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
b. Catatan terbaru dan sebelumnya
Tahapan ini merupakan langkah yang akan menentukan langkah berikutnya. Kelengkapan data yang sesuai dengan kasus yang dihadapi akan menentukan.
b. Langkah II (Interpretasi Data Dasar)
Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau masalah berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosis dan masalah sebagai spesifik.
c. Langkah III (Identifikasi diagnose atau masalah potensial)
Langkah III merupakan langka ketika bidan melakukan identifikasi diagnosis atau masalah potensial atau diagnosis potensial berdasarkan diagnosis/masalah yang sudah diidentifikasi. Pada langka ke-3 ini bidan dituntut untuk mampu mengantisipasi masalah potensial tidak hanya merumuskan masalah potensial yang akan terjadi tetapi juga merumuskan tindakan antisipasi agar masalah atau diagnosis potensial tidak terjadi sehingga langkah ini benar merupakan langkah yang bersifat antisipasi yang rasional/logis.
d. Langkah IV (Penetapan Kebutuhan Tindakan Segera)
Pada langkah ini bidan menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera, melakukan konsultasi, kolaborasi dengan tenaga kesehatab lain berdasarkan kondisi klien.
Langkah ke-4 menceritakan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan. Jadi, manajemen bukan hanya selama hasuhan primer periodik atau kunjungan prenatal saja, tetepi juga selama wanita tersebut dalam persalinan.
e. Langkah v (Penyusunan Rencana Asuhan Menyeluruh)
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh yang ditentukan berdasarkan langkah-langkah sebelumnya.Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap masalah atau diagnosis yang telah diidentifikasi atau diantisifasi.
Pada langkah ini tugas bidan adalah merumuskan rencana asuhan sesuai dengan hasil pembahasan rencana asuhan bersama klien kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum melaksanakannya.
f. Langkah VI (Pelaksanan Asuhan)
Pada langkah ini dilakukan pelaksanan asuhan langsung secara efesien dan aman. Pada langkah ke-6 ini, rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah ke-5 dilaksanakan secara efisien dan aman.
g. Langkah VII (Mengevaluasi)
Pada langkah VII ini dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan. Hal yang dievaluasi meliputi apakah kebutuhan terpenuhi dan mengatasi diagnosis dan masalah yang telah diidentifikasikan.(Hj.Salma,2006,hal 157).
3. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan dalam bentuk SOAP (Hj.Salma,20006,hal 172)
A. S (subjektif), menggambarkan pendokunentasian hasil pengumpulan data klien melalui anamnesis sebagai langkah 1 Varney yang diperoleh dari hasil tanya jawaban pada jawaban klien dan keluarga.
B. O (Objektif), menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil labolatarium dan uji diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung asuhan sebagai manah Langka 1Varney.
C. A (Assesment), menggambarkan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi data objektif dalam suatu identifikasi :
1. Diagnosis/masalah
2. Antisipasi diagnosis/masalah potensial
3. Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter, konsultasi/kolaborasi atau rujukan sebagai langkah 2,3 dan 4 Varney
D. P (Planning), menggambarkan pendokumentasia dan tindakan (I) dan evaluasi perencanaan (E)berdasarkan assessment sebagai langkah 5,6,dan 7 Varney.
Table.2. Manejemen Asuhan Kebidanan 7 Langkah Varney
Alur Pikir bidan Pencacatan dari Asuhan Kebidanan




7 langkah Varney 5 Langkah
(kompetensi Bidan)
Data Data
Masalah/Diagnosa Assement/
diagnosa
Antisipasi Masalah
Potensial/Diagnosa lain
Menetapkan kebutuhan
Segera untuk konsultasi,
Kolaborasi
Perencanaan Perencanaan
Implementasi Implementasi
Evaluasi Evaluasi
Catatan soap
Subjektif
Obtektif
Pengkajian /Diagnosa
Rencana :
- Konsul
- Tes diagnose
- Tes diagnostic/lab
- Rujukan
- Pendidikan
- Konseling.
- Tindak lanjut


Sumber : salmah, Hj. Asuhan kebidanan Antenantal. 2006

BAB III
STUDI KASUS
MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI ”F”
DENGAN ASFIKSIA RINGAN DI RUMAH SAKIT
BHAYANGKARA MAKASSAR
TANGGAL 28 S.D 31 JULI 2008

No. Register : 038727
Tgl. Lahir / Jam : 28 – 07 – 2008 Jam 12.20 wita
Tgl. Pengkajian : 28 – 07 – 2008 jam 12.20 wita
A. Langkah 1. Pengumpulan Data
1. Identitas Bayi
a. Nama : BY “ F “
b. Tempat, Tgl, Lahir, Jam : Makassar 28-07-2009 jam 12.20 wita
c. Jenis kelamin : Laki-laki
d. Agama : Islam
e. Anak Ke : II
f. Alamat : Jl.Kumala Lrg 04 No.02C
2. Identitas Orang Tua (Ibu/Ayah)
a. Nama : NY “F “ / TN” A “
b. Umur : 26 Thn / 28 Thn
c. Suku : Makassar / Makassar
d. Agama :Islam / Islam
e. Pendidikan : SMA /SMA
f. Pekerjaan : IRT / Polisi
g. Lamanya menikah : 4 Thn
h. Alamat : Jl.Kumala Lrg 04 No.02C
3. Riwayat Kehamilan Dan Kelahiran
A. Riwat Kehamilan
1. GII P1 AO
2. HPTH Tanggal 15 – 10 – 2008
3. HTP Tanggal 22 – 07 – 2009
4. Lama Kehamilan 41 minggu 5 hari
5. ANC sebanyak 5 kali selama masa kehamilan
6. Imunisasi TT sebanyak 2 kali
B. Riwayat persalinan
1. Perlangsungan kala 1 dua jam sepuluh menit.
2. Perlangsungan kala ll satu jam 10 menit.
3. Bayi lahir dengan lilitan tali pusat dileher 2x dileher
4. Bayi lahir per vaginam
4. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan khusus
1. Bayi lahir tanggal 28-07-2009.
2. Bayi tidak segerah menangis, pernapasan lemah tidak teratur.
3. Seluruh badan merah ekstremitas biru.
4. Frekuensi jantung belum teratur.



Tanda 0 1 2 Angka
A: Apearence
Color (warna kulit)



P: pulse (heart date) (frekuensi jantung)

G : Grimace (reaksi terhadap rangsangan)

A : Activity (tonus otot)


R : Respiration
(usaha nafas ) Pucat




Tidak ada


Tidak ada


Lumpuh



Tidak ada Badan merah, ekstremitas biru



Di bawah 100



Sedikit gerakan mimic


Ekstemitas dalam fleksi sedikit

Lemah tidak teratur
Seluruh tubuh kemerah – merahan



Di atas 100



Menangis, batuk / bersin


Gerakan aktif



Menangis kuat 1




2



1



1



1
2




2



1



1



2
Jumlah 6 8
Pemeriksaan umum dilakukan setelah asfiksia teratasi.
B. Pemeriksaan fisik
1. TTV : SB :36.6 °C (N : 36.5 °C – 37.2 °C)
P : 40 x/menit (N : 30-60 x/menit)
Frekuensi jantung : 110x/menit (N: 100-120 x/menit)
Warna kulit : Kemerah-merahan
2. BB : 2800gram
PB : 49 cm
3. Kepala :
a. Rambut tipis
b. Sutura merapat
c. Lingkar kepala : 34,4 cm (34cm)
d. Caput suksedeneum (-)
e. Cevalematom (-)
4. Telinga ;
a. Simetris kiri-kanan
b. Daun telinga sejajar dengan garis khayal dari kedua mata
c. Tidak ada nyeri tekan
5. Mata :
a. Kunjung tifa tidak pucat
b. Sclera tidak kuning
6. Hidung :
Simitris kiri dan kanan
7. Mulu dan bibir
a. Banyak terdapat lender
b. Biber Nampak kering dan pucak
8. Leher :
Tidak ada nyeri tekan
9. Dada :
a. lingkar dada 35 cm (N : 30 – 38 cm)
b. Puting susu terbentuk
10. Bahu, lengan dan tangan :
a. Lila 9 cm (N : 8 – 10 cm)
b. Jumlah jari tangan lengkap

11. Perut
Tali pusat bayi sudah terbungkus
12. Tungkai dan kaki
a. Kaki simetris kiri kanan
b. Jumlah jari kaki lengkap
13. Anus/ genitalia :
a. Pada anus tidak ada kelainan
b. Testis dalam skrotum dan penis berlubang
5. Data sosial
a. Biaya perawatan ditanggung oleh Tn” A “ sebagai ayah bayi.
b. Yang terdekat dengan bayi saat sekarang adalah petugas kesehatan dan keluarga.
6. Data Spiritual
Keluarga dan petugas kesehatan selalau mendoakan agar bayinya lekas sembuh.

B. Langkah II. Merumuskan Diagnosa/Masalah Aktual
Diagnosa : Bayi baru lahir aterm dengan asfiksia ringan
Data dasar : 2
1. D . S
2. D . O
a. Bayi lahir tanggal 28-07-2009 jam 12:20 wita.
b. bayi lahir per vagina dengan lilitan tali pusat .
c. Bayi tidak segera menangais, pernapasan lemah tidak teratur (25 kali/menit)
d. Seluruh tubuh berwarnah merah ekstrimitas biru.
e. Frekuensi jantung lemah atau tidak teratur (70 kali/menit).
3. Analisa dan Interpretasi Data :
a. Partus matur / aterm bila umur kehamilannya 34-42 minggu dari tanggal HPHT 14-08-2007 sampai tanggal 20-05-2008 adalah 40 minggu 6 hari (Mochtar Rustam, 1998. Hal 184).
b. Bayi lahir tidak segerah menangis atau safiksia terjadi karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu kejanin sehingga terjadi gangguan dalam persedian O2 dan dalam menghilangkan CO2 (Wiknjosastro Hanifa, 2005.hal 709).
c. Kulit bayi berwarnah merah ektremitas biru dan frekuensi jantung lemah menandakan bahwa bayi mengalami asfiksia ringan (Winjosastro Hanifa, 2005.hal 712)

C. Langkah III. Merumuskan Diagnosa / Masalah Patensial
Potensial terjadi asfiksia sedang
Data dasar :
1. D.S :
2. D.O:
a. Bayi lahir tanggal 28-07-2009 jam 12:20 wita.
b. Bayi tedak segerah menangis pada saat lahih, pernafasan leham tidak teratur (25 kali/menit).
c. Seluruh tubuh berwarnah merah ektremitas biru.
d. Frekuensi jantung lemah atau belum teratur (70x/menit).
3. Analisa dan Interpresi Data :
Bayi baru lahir tidak segerah menangis terjadi karena pertukaran gas serta transport O2 dari ibu kejanin sehingga gangguan dalam persedian O2 dan dalam menghilangkan CO2. Dan apabila asfiksia ringan tidak tertanganin secara cepat maka dapat mengakibatkan asfiksia sedang (Mochtar R, hal 346).
D. Langkah IV. Identifikasi Perlunya Tindakan Segerah / Kolahborasi
1. Mengeringkan tubuh bayi
Rasional :Pada bayi baru lahiar penyesuaian suhu diluar kandungan sangat diperlukan pengawasan, sehingga tidak terjadi kehilangan nafas pada bayi, yang akan mengakibatkan hipotermi.
2. Membungkus tubuh bayi
Rasional : Mencega terjadinya hipotermi
E. Langkah V. Rencanah Asuhan Kebidanan
1. Tujuan : Asfiksia ringan teratasi
2. Kriteria :
a. Warnah kulit kemerah-merahan
b. Frekuensi jantung sudah teratur yaitu 110x/menit.
c. Bayi menangis dan dapat bernapas secara spontan.
3. Tindakan Asuhan Kebidanan
a. Keringkan tubuh bayi, ganti kain yang basah dengan kain yang kering dan bersihkan kemudian bungkus tubuh bayi.
Rasional : Pada bayi baru lahir penyesuaian suhu diluar kandunga sangat diperlukan pengawasan, yang akan mengakibatkan hipotermi.
b. Atur posisi bayi dengan posisi kepala sedikit ekstensi dan bersihkan mulut hingga hidung.
Rasional : Agar cairan tidak teraspirasi dengan isapan pada hidung akan menimbulkan pernafasan megap-megap (gasping).
c. Lakukan rangsangan taktil
Rasional : Dengan rangsangan taktil biasanya bayi dapat segerah menangis.
d. Nilai usah bernafas, warnah kulit dan frekuensi denyut jantung.
Rasional : Untuk mengetahui kondisi bayi.
e. Perawatan tali pusat dilakukan setelah safiksia teratasi.
Rasional : Untuk mencega terjadinya infeksi.

F. Langkah VI. Melaksanakan Asuhan Kebidanan
Diagnosa : Bayi baru lahiar aterm
Masalah Aktual : Asfiksia ringan
Masalah potensial : Asfiksia sedang
Tanggal 28-07-2009 jam 12:20 wita
1. Mengeringkan tubuh bayi dengan mengganti selimut bayi yang basah dengan selimut yang kering dan bersih.
2. Membungkus tubuh bayi.
3. Mengatur posisi kepala bayi dengan posisi kepala sedikit ekstensi kemudian mengisap lender mulai dari hidung hingga mulut.
4. Menilai usaha bernafas, warnah kulit dan frekuensi jantung. Hasil, bayi menangis kuat, warnah kulit kemerah-merahan dan frekuensi denyut jantung teratur.
5. Merawat tali pusat
Perawatan : Mengoleskan larutan bethadinepada ujung luka tali pusat kemudian bungkus dengan kain kasa steril.
G. Langkah VII. Evaluasi Asuhan Kebidanan
Diagnosa : Bayi baru lahir aterm
Masalah actual : Asfiksia ringan
Masalah potensial : Asfiksia sedang
Tanggal 28-07-2009 jam 12:20 wita
1. Asfiksia ringan teratasi, dengan kriteria :
a. Bayi menangis dan dapat bernafas secara spontan (34kali/menit).
b. Seluruh tubuh kemerah-merahan.
c. Frekuensi denyut jantung teratur (110kali/menit).
2. Asfiksia sedang tidak terjadi.









CATATAN PERKEMBANGAN SOAP
No Tanggal subjektif objektif asesment plannig
1.

28/07/09 HPHT: Tanggal 15-10-2008
HTP : Tanggal 22-07-2009
a. Bayi lahir tanggal 28-07- 2009 jam 12:20 wita
b. Bayi tidak segerah menangis pernapasan lemah dan tidak teratur (25kali/menit)
c. Seluruh tubuh berwarnah merah ekstremitas biru.
d. Frekuensi jantung masih lemah dan belum teratur (70kali/menit).
Bayi baru lahir aterm
a. Masalah aktual :Asfiksia ringan
b. Masalah potensial : Asfiksia sedang, dan infeksi tali pusat
Tanggal 28-07-2009 12:20 wita
1. Mengeringkan pakaian bayi dengan mengganti selimut bayi yang basah dengan selimut yang kering dan bersih kemudian membungkus tubuh bayi.

2. Mengatur posisi kepala bayi dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki sedikit ekstensi kemudian mengisap lender dari mulut sampai hidung.

3. Melakukan rangsangan taktil.

4. Menilai usaha bernapas, warnah kulit dan frekuensi denyut jantung.

5. Merwat tali pusat.







CATATAN PERKEMBANGAN SOAP

No. Tanggal subjektif Objektif Asesment Planning
1
29/07/09 - 1. HTP : Tanggal 22-07-2009

2. Bayi lahir tanggal 28-07-2009 jam 12:20 wita

3. Bayi menangis dan dapat bernafas secara spontan (34kali/menit).

4. Kulit bayi kemerah-merahan.

5. Frekuensi jantung sudah teratur (110kali/menit).
Bayi baru lahir aterm masalah aktual asfiksia ringan, masalah potensial asfiksia ringan, dan infeksi tali pusat.
Tanggal 29-07-2009 jam 08:00 wita
1. Membungkus tubuh dengan baik.

2. Menilai usaha bernafas, warnah kulit dan frekuiensi denyut jantung.

3. merawat tali pusat.

4. Memberikan vitamin K 1 ml secara IM




CATATAN PERKEMBANGAN SOAP

No. Tanggal subjektif Objektif Asesment Planning
1.
30/07/09 - 1. Bayi lahir tanggal 28-07-2009 jam 12:20 wita

2. Berat badan lahir 2800 gram.

3. Panjang badan lahir 49 cm.

4. Refleks mengisap baik.

5. Frekuensi jantung 110 kali/menit.

6. Refleks menelan baik.

7. Suhu badan 36,7

8. Pernapasan 24 kali/menit.
Bayi baru lahir aterem, asfiksia teratasi potensial infeksi tali pusat.
Tanggal 30-07-2009 jam 08:00 wita
1. Mempertahankan suhu tubuh bayi dan menjaga agar tetap terbungkus.

2. Menimbang berat badan setiap hari.

3. Mendekatkan bayi pada ibunya untuk disusui.

4. Mengoserfasi tanda-tanda vital.














CATATAN PERKEMBANGAN SOAP

No. Tanggal Subjektif Objektif Asesment Planning
1.
31/07/09 - 1. Bayi lahir tanggal 28-07-2009 jam 12:20 wita

2. Berat badan lahir 2800 gram

3. Panjang badan lahir 49 cm

4. Refleks mengisap baik.

5. Frekuensi jantung 110 kali/menit.

6. Refleks menelan baik.

7. Suhu badan 36,7

8. Pernafasan 24 kali/manit.
Bayi baru lahir aterm, asfiksia teratasi potensial infeksi tali pusat.
Tanggal 31-07-2009 jam 80:00 wita.
1. Mempertahankan suhu tubuh bayi dan menjaga agar tetap dibungkus.

2. Menimbang berat badan setiap hari.

3. Mendekatkan bayi pada ibunya untuk disusui.

4. Mengobservasi tanda-tanda vital.


BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membandingkan antara tijauan kasus pada bayi “ F “ dengan Asfiksia Ringan di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar dengan teori tentang penganana asfiksia ringan.
Dalam pembahasan ini, penulis akan membahas berdasarkan pendekatan manajemen asuhan kebidanan dengan tujuh langkah, yaitu mengumpulkan data dasar, merumuskan diagnose/masalah aktual, memutuskan diagnose/masalah potensial, melaksanakan tindakan segerah dan kolaborasi, merencanakan asuhan kebidanan, melaksanakan tindakan asuhan kebidanan dan mengevaluasi asuhan kebidanan.
A. Pengumpulan Data
Tahap pengkajian diawali dengan pengumpulan data melalui anamneses yang meliputih identitas bayi dan ibu, data biologis/fisiologis riwayat kehamilan, persalinan sekarng dan pemeriksaan fisik yang berpedoman pada format pengkajian yang tersedia, namun tidak menutup kemungkinan untuk menambahkan data-data lain yang ditemukan jika dibutuhkan.
Asfiksia dalam tijauan pustaka adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segerah bernafas secara spontan dan teratur setelah lahier.Asfiksia terjadi karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu kejanin sehingga terjadi gangguan dalam persalinan O2 dan dalam menghilangka CO2.Data yang diperoleh pada kasus bayi “ F “yaitu asfiksia ringan dengan melihat data yang diperoleh maka tidak terdapat perbedaan tinjauan fustaka dengan kasus nyata pada bayi” “ dengan safiksia ringan.
Pada tahap pengkajian ini, penulis tidak menemukan hambatan yang berarti karena adanya sikap kooperatif dari keluarga bayi “ F “ yang dapat menerima kehadiran penulis saat mengumpul data sampai tindakan yang diberikan serta mau menerima anjuran serta saran yang di berikan oleh bidan.
B. Merumuskan Diagnosa/Masalah Aktual
Asfiksia dalam tinjauan pustaka adalah keadaan dimanh bayi tidak dapat segerh bernapas secara spontan dan teratur setelah lahir. Sedangkan pada tinjauan kasus bayi “ F “ ditemukan tidak segerah menangis, gerakan atau tonus otot tidak aktif dan warnah kulit merah, ekstremitas biru sehingga di tegakkan diagnosa asfiksia ringan bayi lahir aterm.
Demikian penerapan tinjauan pustaka dan tinjauan studi kasus pada bayi “ F “ secara garis beras tampak adanya persamaam dalam diagnosa aktual yang ditegakkan sehingga memudahkan memberikan tindakan selanjutnya.
C. Merumuskan Diagnosa /Masalah Potensial
Pada tinjauan pustaka manajemen asuhan kebidanan mengidentifikasikan adanya masalah potensial yang mungkin terjadi pada bayi “ F “ berdasarkan pengumpulan data, pengamatan yang cermat dan observasi serta dievaluasi jika kondisi yang tidak normal yang apabila tidak mendapat penanganan segerah dapat membawah dampak yang lebih berbahaya sehingga mengancam bayi “ F “, dari tinjauan pustaka asfiksia ringan jika tidak ditangani segerah dapat mengakibatkan terjadinya asfiksia sedang, dan infeksi tali pusat.

D. Mengidentifikasikan Perlunya Tindakan segera / Kolaborasi
Pada tinjauan manajemen asuhan kebidanan, tindakan yang harus dilakukan oleh bidan sesuai wewenangnya untuk mengantisipasi kemungkinan terjadi asfiksia berat, hipotermi dan infeksi tali pusat. Bidan dapat berkomunikasi/kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan kondisi bayi “ F “. Berdasarkan tijauan pustaka tindakan segerah dilakukan apabila klien menunjukan asfiksia, keadaan tersebut ditemukan sehingga bayi “ F “ diperlukan tindakan segerah.
Dengan demikian adanya kesamaan tinjauan pustaka dan manajemen asuhan kebidanan pada studi kasus dilahan praktek dan ini berarti tidak ada kesenjangan.
E. Rencana Asuhan Kebidanan
Pada tinjauan manajemen asuhan kebidana suatu rencana tindakan yang termasuk indikasi apa yang timbul berdasarkan kondisi klien serta hubungannya dengan masalah yang dialami klien akan tetapi meliputi antisipasi dengan bimbingan terhadap keluarga klien dan rencana tindakan harus di setujui oleh keluarga klien, semua tindaka harus berdasarkan rasional yang releven dan diakui kebenarannya, situasi dan kodisi harus secara otomatis.
Pada bayi “ F “ dengan asfiksia ringan penulis merencanakan asuhan kebidanan berdasarka doagnosa/masalah aktual dan potensial sebagai berikut : masalah aktual, masalaah potensial (asfiksia sedang dan infeksi tali pusat), rencana tindakannya terdiri keringkan tubuh bayi, ganti kain yang basah dengan yang kering dan bersih kemudian membungkus tubuh bayi, atur posisi bayi dengan kepala sedikit ekstensi dan bersihkan mulut hingga hidung, nilai usaha bernapas, warnah kulit dan frekuensi jantung.
Dalam tinjauan pustaka dikatakan bahwah asfiksia ringan tindakan yang harus segerah diberikan adalah mengeringkan tubuh bayi dan membungkusnya, mengatur posisi bayi kemudian membersihkan mulut hingga hidung. Hal in menunjukkan bahwa ada kesamaan antara tijauan pustaka dan tijauan manajemen asuhan kebidanan pada penerapan studi kasus dilahan praktek.
F. Melaksanakan Asuhan Kebidanan
Sesuai tinjauan manajemen kebidanan bahwa melaksanakan rencana tindakan harus efisiensi dan menjamin rasa aman bagi klien. Implementasi dapat dikerjakan keseluruan oleh bidan serta bekerjasama dengan tim kesehatan lainnya sesuai dengan tindakan yang telah direncanakan.
Pada studi kasus bayi “ F “ dengan asfiksia ringan semua tindakan yang telah direncanakan sudah dilaksanakan seluruhnya dengan baik, tanpa hambatan karena kerjasama dan penerimaan yang baik dari keluarga klien dan petugas kesehatan yang ada diruang bayi.
G. Evaluasi Hasil Asuhan Kebidanan
Pada tinjauan manajenen asuhan kebidanan evaluasi merupakan langkah akhir dari proses manajemen asuhan kebidanan. Mengevaluasi pencapaian dengan kriteria yang diidentifikasikan, memutuskan apakah tujua telah tercapai atau belum tercapai.
Pada tijauan pustaka evaluasi yang telah ditunjuhkan adalah menilai usaha bernafas, frekuensi denyut jantung dan warnah kulit. Berdasarkan studi kasus bayi “ F “dengan asfiksia ringan tidak ditemukan hal-hal yang menyimpang dalam evaluasi dengan criteria warnah kulit kemerah-merahan, frekuensi jantung sudah teratur yaitu 110 kali/menit dan bayi menangis serta dapat bernafas secara spontan sesuai tinjauan pustaka, oleh karena itu bilah dibandingkan dengan tinjauan pustaka dan studi kasusu bayi “ F “secara garis besar tidak di temukan kesenjangan.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Setelah penulis mempelajari teori dan pengalaman langsung dilahan praktek melalui stidi kasus tentang manajemen asuhan kebidanan pada bayi “ F “ dengan asfiksia ringan di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut :
A. Kesimpulan
1. pada bayi “ F “ diagnosa/masalah aktual dan potensial adalah bayi baru lahir aterm dengan asfiksia ringan dan potensial terjadi asfiksia sedang, yang ditandai dengan bayi tidak segerah menangais, pernapasan lemah, tidak teratur, seluruh badan merah, ekstremitas biru, frekuensi jantung belum teratur.
2. Penanganan yang dilakukan pada bayi “ F “ di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar adalah mengeringkan tubuh bayi dengan mengganti selimut bayi yang basah dengan selimut yang kering dan bersih, membungkus tubuh bayi, mengatur posisi kepala bayi dengan posisi kepala sedikit ekstensi kemudian menhisap lender dari hidung dan mulut, melakukan rangsangan taktil, menilai usaha bernafas, dan frekuensi jantung, serta merawat tali pusat.
3. Hasilnya : Asfiksia ringan teratasi dengan kriteria :
a. Bayi menangis dan dapat bernafas spontan (34x/menit)
b. Seluruh tubuh kemerah-merahan.
c. Frekuensi denyut jantung teratur (110x/menit).
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis dapat mengemukakan beberapa saran :
1. Saran Untuk Bidan
a. Seorang bidan hendaknya mampu mengenali kompliksi yang mungkin timbul akibat kasus asfiksia.
b. Seorang bidan harus mampu mengambil keputusan klinik secara cepat untuk menghindari keterlambatan dalam merujuk sehingga dapat mencega kematian ibid an bayi.
c. dalam rangka pelayanan terhadap klien dengan asfiksia sebaiknya menggunakan proses manajemen asuhan kebidanan untuk meningkatkan kualitas pelayanan di Rumah Sakit Bhyangkara Makassar.
d. Dalam penangan asfiksia perlu kerja sama yang baik antara bidan keluargaagar dapat mencegah terjadinya asfiksia sedang.
e. Diharapkan setiap tempat pelayanan harua menyiapkan peralatan yang memadai.
f. Bidan sebagai tenaga medis diharapkan pekah terhadap pertolongan persalinan sehingga dalam penganbilan keputusan klinik secara tepat untuk menghindari keterlambatan dalam mencegah kematian ibid an bayi.
2. Saran Untuk Institusi
a. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, penerapan manajemen kebidanan dalam pemecahan masalah harus lebih ditingkatkan dan dikembangkan mengingat proses tersebut sangat bermanfaat dalam membina tenaga bidan menciptakan sumber daya manusia yang berpotensi dan professional.
b. Bagi institusi pendidikan khususnya insitusi kesehatan diharapkan dapat meningkatkan mutu dan sarana pendidikan agar mendapat kesehatan yang berkualitas dan professional.