Y a p m a

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIK) MAKASSAR

Alamat Jl. Maccini Raya No. 197 Makassar(0411) 436068

Menerima Mahasiswa Baru T.A. 2016-2017
PROGRAM STUDI :
* KESEHATAN MASYARAKAT
* S1 KEPERAWATAN
* PROFESI NERS

FACEBOOK CENTER
Created by:Razak Facebook

Jumat, 30 April 2010

Gangguan Pikiran

BAB I
PENDAHULUAN
Menurut para peneliti Inggris, gangguan kesehatan mental umumnya, seperti kecemasan dan depresi, dapat meningkatkan risiko seseorang terkena obesitas, dan orang-orang dengan episode berulang dari gangguan ini sangat berisiko.
Dalam studi tersebut, dipublikasikan dalam edisi online BMJ tanggal 7 Oktober 7, para peneliti menganalisis data dari empat pemeriksaan medis dari 4.363 pegawai negeri Inggris berusia 35-55 tahun yang dilakukan lebih dari 19 tahun (1985-2004). Setiap skrining mencakup penilaian kesehatan mental dan pengukuran tinggi dan berat badan.
Orang dengan gangguan kesehatan mental dalam tiga skrining sebelumnya,tampaknya cenderung dua kali lipat mengalami obesitas pada skrining terakhir dibandingkan mereka yang tidak memiliki gejala gangguan kesehatan mental. Para penulis mencatat bahwa mereka yang memiliki lebih banyak insiden dari gangguan kesehatan mental umum memiliki risiko terbesar penambahan berat badan dan obesitas.



BAB II
PEMBAHASAN

Tanda dan Gejala Psikiatri – Pikiran
Pikiran: aliran ide yang bertujuan, simbol-simbol, dan asosiasi yang dipicu oleh suatu masalah atau tugas dan menuju pada kesimpulan yang berorientasi realitas; saat timbul urutan logis, pemikiran disebut normal; parapraksis (disebut juga freudian slip, kesalahan tidak logis yang tidak disadari) dianggap masih bagian dari pemikiran normal. Berpikir abstrak adalah kemampuan untuk menangkap inti dari keseluruhan, memecah-mecahkan keseluruhan menjadi bagian-bagiannya, dan menemukan kesamaan di antaranya.
1. Gangguan umum dalam bentuk atau proses pikir
a. Gangguan mental: sindrom perilaku atau psikologis yang bermakna secara klinis yang berasosiasi dengan penderitaan dan hendaya, bukan hanya respon yang diharapkan pada suatu saat tertentu atau terbatas pada hubungan antara seseorang dengan masyarakat.
b. Psikosis: ketidakmampuan membedakan realitas dengan fantasi; kelainan tes realitas, dengan adanya realitas baru (berlawanan dengan neurosis: gangguan mental dimana tes realitas masih baik; perilaku mungkin tidak bertentangan dengan norma sosial, namun relatif menetap atau mudah kambuh jika tidak dirawat).
c. Tes realitas: evaluasi dan penilaian obyektif mengenai dunia di luar diri sendiri.
d. Gangguan pikir formal: gangguan pada bentuk pikir bukan isi pikir; pikiran ditandai dengan asosiasi longgar, neologisme, dan gagasan yang tidak logis; proses pikir terganggu, dan penderitanya tergolong psikotik.
e. Pemikiran tidak logis: pikiran mengandung kesimpulan yang salah atau kontradiksi; tergolong psikopatologis hanya jika sangat jelas dan tidak dipengaruhi oleh budaya dan tingkat intelektual.
f. Dereisme: aktivitas mental yang tidak sesuai dengan logika atau pengalaman.
g. Pemikiran autistik: preokupasi (keterikatan) dengan dunia dalam dirinya sendiri; sering disinonimkan dengan dereisme.
h. Pemikiran magis: salah satu bentuk pemikiran yang dereistik; dimana pikiran, kata-kata, atau tindakan berkaitan dengan kekuatan khusus.
i. Pemikiran proses primer: istilah umum untuk pemikiran yang dereistik, tidak logis, dan magis; normal ditemukan dalam mimpi.
j. Tilikan emosional: tingkat yang mendalam dari pemahaman dan kesadaran yang mengarah pada perubahan positif pada kepribadian dan perilaku.
2. Gangguan spesifik pada bentuk pikir
a. Neologisme: menciptakan kata-kata baru, sering dengan menggabungkan suku kata dari kata-kata lain
b. Word salad (gado-gado kata): campuran inkoheren dari kumpulan kata-kata.
c. Sirkumstansialitas: pembicaraan tidak langsung yang berputar-putar sebelum mencapai maksud pembicaraan; ditandai oleh detail yang berlebihan dan kiasan.
d. Tangensialitas: ketidakmampuan membuat asosiasi pikir yang sesuai tujuan; tidak pernah mencapai maksud pembicaraan.
e. Inkoherensi: pemikiran yang secara umum tidak dapat dimengerti; aliran pikiran atau kata-kata tanpa hubungan gramatikal maupun hubungan logis.
f. Perseverasi: respon yang bertahan terhadap suatu stimulus sebelumnya meskipun sudah diganti dengan stimulus baru; sering berkaitan dengan gangguan kognitif.
g. Verbigerasi: pengulangan kata-kata tertentu yang tidak bertujuan.
h. Echolalia: pengulangan psikopatologis suatu kata atau frase yang diucapkan oleh orang lain.
i. Kondensasi: penggabungan berbagai konsep menjadi satu.
j. Jawaban irelevan: jawaban yang tidak sesuai dengan pertanyaan.
k. Asosiasi longgar: aliran pikiran dimana perpindahan dari satu subyek ke subyek lain tidak memiliki hubungan sama sekali (jika parah dapat memicu pembicaraan yang inkoheren).
l. Derailment: penyimpangan bertahap atau tiba-tiba dari aliran pikiran tanpa didahului blocking, sering disinonimkan dengan asosiasi longgar.
m. Flight of ideas: aliran kata-kata yang cepat yang menghasilkan perpindahan konstan dari satu ide ke ide lain; bila tidak parah ide-ide seringkali masih berhubungan dan dapat diikuti.
n. Clang association: asosiasi kata-kata dengan kata lain yang memiliki bunyi yang mirip meskipun artinya berlainan; kata-kata tersebut tidak memiliki hubungan logis; mencakup rhyming dan punning.
o. Blocking: penghentian tiba-tiba suatu pemikiran sebelum pemikiran tersebut selesai; setelah jeda singkat, penderita tidak dapat mengingat apa yang telah atau yang akan dikatakannya.
p. Glossolalia: ekspresi dari pesan surgawi berupa kata-kata yang tidak dimengerti (juga dikenal sebagai bahasa roh); tidak dianggap sebagai gangguan pikiran jika berkaitan dengan praktek ibadah; juga dikenal sebagai kriptolalia, bahasa lisan pribadi.
3. Gangguan spesifik pada isi pikir
a. Kemiskinan isi: pemikiran yang memberikan sedikit informasi akibat kesamaran, pengulangan tanpa makna, atau frase yang tidak jelas.
b. Ide yang berlebihan: kepercayaan palsu yang bertahan dan tidak beralasan, sedikit lebih ringan dari waham.
c. Waham (delusi): kepercayaan palsu, berdasar pada kesimpulan yang salah mengenai realitas, tidak dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan maupun latar belakang budaya; tidak dapat dikoreksi dengan memberikan alasan yang masuk akal.
1) Waham bizarre (aneh): kepercayaan palsu yang aneh, absurd, sangat imajinatif (contoh: makhluk asing dari luar angkasa menanamkan chip pada kepala pasien).
2) Waham tersistematisasi: kepercayaan palsu yang berkaitan dengan peristiwa atau tema tertentu (contoh: pasien sedang dimata-matai oleh CIA atau FBI).
3) Waham kongruen-mood: waham dengan isi yang sesuai dengan mood (contoh: pasien depresi percaya bahwa dia bertanggung jawab atas kehancuran dunia).
4) Waham inkongruen-mood: waham dengan isi yang tidak berkaitan dengan mood maupun yang netral (contoh: pasien depresi merasa pikirannya sedang dipancarkan seperti sinyal radio).
5) Waham nihilistik: perasaan negatif bahwa dirinya, orang lain, bahkan seluruh dunia tidak benar-benar ada atau segera akan berakhir keberadaannya.
6) Waham kemiskinan: kepercayaan palsu bahwa pasien kehilangan atau akan kehilangan segala kekayaan materinya.
7) Waham somatik: kepercayaan palsu yang melibatkan fungsi tubuh (contoh: pasien merasa otaknya sedang membusuk).
8) Waham paranoid: mencakup waham persekutorik, waham rujukan, dan waham grandiosa.
a. Waham persekutorik: kepercayaan palsu bahwa pasien sedang dicurangi, dilecehkan, dikejar atau diburu.
b. Waham rujukan (delusion of reference): kepercayaan palsu bahwa perilaku orang lain mengacu pada diri pasien; bahwa kejadian, obyek, atau orang lain memiliki kepentingan tertentu, tertutama yang negatif kepada diri pasien; pasien percaya bahwa orang-orang, bahkan televisi dan radio menyampaikan sesuatu tentang pasien.
c. Waham grandiosa: konsep berlebihan mengenai kelebihan, kekuatan, maupun keilahian diri pasien.
9) Waham menuduh diri sendiri: perasaan palsu tentang rasa bersalah dan penyesalan yang mendalam.
10) Waham kontrol: perasaan palsu bahwa kehendak, pikiran, atau perasaan pasien telah dikontrol oleh sesuatu di luar dirinya.
a. Thought wihdrawal: waham bahwa pikiran pasien telah diambil dari pasien oleh orang atau kekuatan lain.
b. Thought insertion: waham bahwa pikiran pasien adalah pikiran yang telah dimasukkan pada pasien oleh orang atau kekuatan lain.
c. Thought broadcasting: waham bahwa pikiran pasien dapat diketahui oleh orang lain, seperti disiarkan seperti radio melalui udara.
d. Thought control: waham bahwa pikiran sesorang dikontrol oleh orang atau kekuatan lain.
11) Waham kecemburuan: kepercayaan palsu tentang kecemburuan dan pemikiran bahwa seseorang yang dicintai pasien telah selingkuh.
12) Erotomania: kepercayaan delusional, terutama pada wanita, bahwa orang lain jatuh cinta pada pasien.
13) Pseudologia phantasica: suatu tipe kebohongan dimana seseorang tampak mempercayai realitas dari fantasinya dan menjadikannya nyata.
d. Trend atau preokupasi (keterikatan) pikiran: terpusatnya isi pikir pada ide tertentu, berkaitan dengan tingkat afektif yang kuat, seperti trend paranoid atau keterikatan untuk bunuh diri atau membunuh orang lain.
e. Egomania: keterikatan pada diri sendiri yang patologis.
f. Monomania: keterikatan pada satu obyek tertentu.
g. Hipokondria: perhatian berlebihan tentang kesehatan yang tidak berdasarkan pada patologi organik, namun seringkali hanya interpretasi abnormal suatu sensasi atau tanda fisik.
h. Obsesi: keberadaan patologis yang menetap dari pikiran yang tidak dapat dilawan menggunakan logika; berkaitan dengan kecemasan.
i. Kompulsi: kebutuhan patologis untuk melaksanakan suatu impuls yang akan menimbulkan kecemasan bila tidak dilakukan; perilaku berulang sebagai respon terhadap obsesi.
j. Koprolalia: pengucapan kompulsif dari kata-kata kotor dan makian.
k. Fobia: ketakutan patologis yang menetap, tidak rasional, berlebihan, dan tidak dapat diubah atas stimulus atau situasi tertentu, menghasilkan keinginan untuk menghindari stimulus atau situasi tersebut.
1) Fobia spesifik: ketakutan yang terbatas pada obyek atau situasi tertentu (contoh: takut laba-laba atau ular).
2) Fobia sosial: takut dipermalukan di depan umum, seperti takut berbicara dan tampil di depan orang banyak, makan di tempat umum.
3) Acrofobia: takut terhadap ketinggian.
4) Agorafobia: takut terhadap tempat terbuka.
5) Algofobia: takut terhadap rasa nyeri.
6) Ailurofobia: takut kucing.
7) Erythrophobia: takut terhadap warna merah.
8) Panfobia: takut akan segala hal.
9) Klaustrofobia: takut berada di tempat tertutup.
10) Xenofobia: takut kepada orang asing.
11) Zoofobia: takut binatang.
12) Fobia jarum suntik: ketakutan menetap dan patologis saat disuntik.
l. Noesis: pewahyuan dimana terdapat pencerahan yang luar biasa berkaitan dengan perasaan bahwa pasien telah dipilih untuk memimpin dan memerintah.
m. Unio mystica: perasaan penyatuan mistik dengan kekuatan yang tidak terbatas; tidak dianggap sebagai gangguan bila terkait dengan agama atau budaya pasien.











BAB III
P E N U T U P

Gangguan umum dalam bentuk atau proses pikir yaitu dapat ditandai dengan gangguan mental, psikosis, tes realitas, gangguan pikir formal, pemikiran tidak logis, dereisme, pemikiran magis, pemikiran proses primer dan juga tilikan emosional.
Gangguan spesifik pada bentuk pikir dapat ditandai dengan munculnya gangguan Neologisme, Word salad (gado-gado kata), Sirkumstansialitas, Tangensialitas, Inkoherensi, Perseverasi, Verbigerasi, Echolalia, Kondensasi. Jawaban irelevan, Asosiasi longgar, Derailment,Flight of ideas, Clang association, Blocking dan Glossolalia
Sedangkan Gangguan spesifik pada isi pikir yaitu dengan tanda, Kemiskinan isi, Ide yang berlebihan, Waham (delusi), Trend atau preokupasi (keterikatan) pikiran, Egomania, Monomania, Hipokondria, Obsesi, Kompulsi, Koprolalia, Fobia, Noesis dan Unio mystica.






DAFTAR PUSTAKA

http://banyakbaca.wordpress.com/2008/05/01/tanda-gejala-psikiatri-pikiran/

Pendidikan dalam Keperawatan

BAB I
PENDAHULUAN

Orang dewasa sebagai pribadi, memiliki kematangan diri yang bergerak dari ketergantungan pada masa kanak-kanak menuju ke arah kemandirian atau pengarahan diri sendiri. Kondisi ini mendorong timbulnya kebutuhan psikologi yang sangat dalam yaitu keinginan dipandang dan diperlakukan orang lain sebagai pribadi yang mampu mengarahkan dirinya, tidak diarahkan atau dipaksa dan dimanipulasi orang lain.
Maka apabila orang dewasa dihadapkan pada situasi yang tidak memungkinkan dirinya menjadi dirinya sendiri ia akan merasa dirinya tertekan dan merasa tidak senang. Pendidikan orang dewasa dimana pesertanya adalah orang dewasa, atau paling tidak pemuda atau remaja memerlukan pendekatan khusus dan harus memiliki pegangan yang kuat akan konsep teori psikologi yang didasarkan pada asumsi atau pemahaman orang dewasa .
Demikian juga halnya dengan Perubahan kurikulum pendidikan Sarjana Keperawatan/Ners yang lebih berorientasi pada kompetesi (KBK) tentu memberikan implikasi pada berbagai perubahan termasuk dalam kesiapan tenaga pembimbing klinik dalam memberikan bimbingan agar mencapai kompetensi yang diinginkan. Pada kondisi ini maka peranan seorang Clinical Instructor (CI) sangat penting dalam setiap tahapan praktikum mahasiswa sejak di tatanan laboratorium sampai pada tatanan klinik/lapangan nyata.
Peranan adalah pola tingkah laku yang diharapkan dari seseorang yang menduduki suatu jabatan atau pola tingkah laku yang diharapkan pantas dari seseorang. Oleh karena itu seharusnya seorang CI diberi wewenang dan tanggungjawab yang jelas sesuai dengan perannya dalam merancang, mengelola dan mengevaluasi pemebelajaran klinik terhadap peserta didik di tatanan klinik. Namun seringkali kita melihat dan merasakan keadaan yang berbeda dimana seorang CI sulit sekali menunjukkan kemampuannya dalam membimbing peserta didik karena berbagai sebab antara lain adalah kurangnya kepercayaan diri dan ketidak jelasan peranan yang di berikan institusi pendidikan pada para CI tersebut. Hal inilah yang mendorong pentingnya pembahasan peran CI ini dalam pelatihan Clinical Instructor saat ini, semoga memberi kejelasan akan peran fungsi dan tanggungjawabnya dalam membimbing para peresta didik di tatanan klinik.






BAB II
PEMBAHASAN


A. PENDIDIKAN ORANG DEWASA
1. Definisi yang diperluas tentang Pendidikan Orang Dewasa
Membangun manusia pembangunan dapat terjadi kalau diberikan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap perkembangan pendidikan orang dewasa. Pemahanan tentang konsep pendidikan orang dewasa telah banyak diperkenalkan oleh berbagai tokoh, sebagai berikut:
Konsep Margaret Mead. Tokoh ini memberi pemikiran tentang lateral transmission. Konsep ini menganggap klasifikasi pendidikan berdasarkan umur tidak relevan. Tetapi pada Lateral Transmission, Mead mengemukakan bahwa suatu proses pendidikan menitik beratkan pada berbagi pengetahuan yakni pada mereka yang telah mengetahui kepada mereka yang belum tahu. Belajar adalah merangsang rasa ingin tahu. Dalam memfasilitasi transmisi lateral, pendidikan dapat dibagi dengan primary education (pendidikan dasar) dan secondary education (pengembangan dari pendidikan dasar).
Konsep Lindeman membahas bahwa pendidikan adalah kehidupan dan kehidupan adalah pendidikan. Pemikiran Lindeman ini berbeda dengan Mead. Lindeman berorientasi pada pendidikan sebagai lingkaran setan yang tidak berujung, dimana pendidikan orang dewasa dapat dicirikan dengan berlangsung seumur hidup yang merupakan suatu lingkaran yang berdaur. Pendekatannya berdasar situasi, kebutuhan dan minat warga belajar dengan menjadikan pendidikan formal sebagai pusatnya.
Konsep Robert D. Boyd, menekankan pada sudut pandang psikologi yakni kematangan (maturity), kemandirian (independensi) warga belajar. Orang dewasa adalah pribadi yang matang dan independen, dan telah mengalami beberapa tahapan proses psikologis yang berbeda dari psikologis anak-anak. Mereka telah memiliki standar sendiri, memiliki pengalaman dan butuh penghargaan. Materi pelajaran harus sesuai dengan kebutuhannya.
Konsep Allen Tough lebih terarah pada proyek belajar yang merupakan suatu upaya belajar berkelanjutan, direncanakan secara matang, dan terdiri dari serangkaian episode yang saling berhubungan. Episode belajar adalah suatu perode waktu yang sengaja disediakan untuk serangkaian aktivitas yang serupa atau pun yang berhubungan, tidak diselingi oleh aktivitas lain.
Berdasarkan beberapa uraian pada konsep di atas, maka pendidikan orang dewasa dapat didefinisikan sebagai pendidikan yang diperuntukan bagi orang-orang dewasa dalam lingkungan masyarakatnya, agar mereka dapat mengembangkan kemampuan, memperkaya pengetahuan, mengembangkan keterampilan, meningkatkan kualifikasi teknik dan profesi yang telah dimilikinya, memperoleh cara-cara baru serta merubah sikap dan perilakunya. Pendidikan orang dewasa berlangsung kapan saja, sepanjang hidup setelah matang atau dewasa, mandiri dan independen. Tidak terikat pada ruang tertentu dengan materi yang sesuai dengan kebutuhan warga belajar terutama dari pengalaman warga belajar dan disampaikan dengan metode demokratis, terbuka, saling menghargai dan berbagi pengalaman yang ditunjang oleh pendidik sebagai fasilitator yang memiliki filsafat kerja dan keinginan membantu warga belajar. Dengan kata lain, orang dewasa belajar karena membutuhkan tingkatan perkembangan dalam menghadapi peranannya apakah sebagai pekerja, orang tua, pimpinan suatu organisasi, dan lain-lain. Kesiapan belajar mereka bukan semata-mata karena paksaan akademik, tetapi karena kebutuhan menghadapi masalah hidupnya.
2. Opini Prospek Perkembangan Pendidikan Orang Dewasa di Masa Depan
Pendidikan merupakan kebutuhan untuk hidup karena ada anggapan bahwa pendidikan berfungsi sebagai alat dan sebagai pembaharuan hidup. Dalam pemenuhan kebutuhan tersebut terjadi interaksi antara individu dengan lingkungannya. Adanya kelangsungan hidup karena adanya adaptasi. Kehidupan masyarakat tumbuh melalui proses transmisi seperti kehidupan biologis yang berlangsung melalui perantara atau alat komunikasi dalam bertindak, berpikir, dan merasakan dari yang lebih tua dengan yang muda. Maka untuk kelangsungan hidup diperlukan suatu usaha untuk mendidik anggota masyarakat agar nantinya pemenuhan kebutuhan tersebut akan terus berlangsung renewal of life tidak berlangsung secara otomatis tetapi tergantung banyak faktor seperti teknologi, seni, ilmu dan perwujudan moral kemanusiaan.
Pertumbuhan orang dewasa dimulai pertengahan masa remaja (adolescence) sampai dewasa, di mana setiap individu tidak hanya memiliki kecenderungan tumbuh kearah menggerakkan diri sendiri tetapi secara aktual dia menginginkan orang lain memandang dirinya sebagai pribadi yang mandiri yang memiliki identitas diri. Dengan begitu orang dewasa tidak menginginkan orang lain memperlakukan dirinya seperti anak-anak. Dia mengharapkan pengakuan akan otonomi dirinya, dan dijamin ketentramannya untuk menjaga identitas dirinya dengan penolakan dan ketidaksenangan akan usaha orang lain untuk menekan, memaksa, dan manipulasi tingkah laku yang ditujukan terhadap dirinya.
Orang dewasa mempunyai kecenderungan memiliki orientasi belajar yang berpusat pada pemecahan permasalahan yang dihadapi (problem centered orientation). Hal ini dikarenakan belajar bagi orang dewasa merupakan kebutuhan untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan keseharian, terutama dalam kaitannya dengan fungsi dan peranan sosial orang dewasa. Selain itu, bagi orang dewasa, belajar lebih bersifat untuk dapat dipergunakan atau dimanfaatkan dalam waktu segera, sehingga hal ini menimbulkan implikasi terhadap sifat materi pembelajaran atau pelatihan bagi orang dewasa, yaitu bahwa materi tersebut hendaknya bersifat praktis dan dapat segera diterapkan di dalam kenyataan sehari-hari.
Pembelajaran yang diberikan kepada orang dewasa dapat efektif (lebih cepat dan melekat pada ingatannya), bilamana pembimbing (pelatih, pengajar, penatar, instruktur, dan sejenisnya) tidak terlalu mendominasi kelompok kelas, mengurangi banyak bicara, namun mengupayakan agar individu orang dewasa itu mampu menemukan alternatif-alternatif untuk mengembangkan kepribadian mereka. Dalam upaya ini, diperlukan keterampilan dan kiat khusus yang dapat digunakan dalam pembelajaran tersebut. Di samping itu, orang dewasa dapat dibelajarkan lebih aktif, apabila mereka merasa ikut dilibatkan dalam aktivitas pembelajaran terutama apabila mereka dilibatkan memberi sumbangan pikiran dan gagasan yang membuat mereka merasa berharga dan memiliki harga diri di depan sesama temannya. Artinya, orang dewasa akan belajar lebih baik apabila pendapat pribadinya dihormati, dan akan lebih senang kalau ia diberi kesempatan untuk mengemukakan ide pikirannya, pengalamannya daripada fasilitator mendominasi dalam menjelaskan teori dan gagasannya sendiri kepada mereka.
Pendidikan orang dewasa di Indonesia sangat dibutuhkan untuk memecahkan masalah orang dewasa yang selalu menghambat perkembangan orang dewasa dalam berpikir, berbuat dan bertindak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Orang dewasa di Indonesia banyak memiliki masalah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Permasalahan yang dihadapi orang dewasa di Indonesia ini terutama pada tataran kehidupan sosial, ekonomi, politik dan keamanan. Hal ini memerlukan suatu pemecahan masalah yang konfrehensif dan terarah sesuai dengan perkembangan individu dalam masyarakat. Pemecahan masalah yang paling konkrit adalah berawal pada diri sendiri dan keluarga inti. Pemberdayaan keluarga sebagai lembaga pendidikan informal dimana nilai-nilai kemanusiaan disosialisasikan sejak awal. Kemudian meluas ke keluarga yang lebih besar, dengan memberi dukungan agar terjadi kesadaran mengenai nilai-nilai kemanusiaan dan potensi yang dimiliki.
B. PEMBELAJARAN KLINIK DI RUMAH SAKIT
1. Peranan ci (Clinical Instructor) dalam pembelajaran Klinik
Tujuan.
Setelah dilakukan pembahasan materi perarnan CI dalam pembelajaran klinik, maka peserta pelatihan mampu :
1. Memahami konsep dasar peran CI di tatanan Klinik
2. Memahami peranan dalam setiap tahapan proses pemebelajaran klinik
3. Menerapkan setiap peranan dalam melakukan bimbingan kepada peserta didik.

2. Konsep Dasar Peran Clinical Instructor
Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan dari seseorang dalam kaitannya dg statusnya dalam masyarakat. Secara umum Peran dan fungsi Pembimbing klinik:
1. Sebagai guru/pendidik
2. Sebagai Perawat Profesional
3. Sebagai Role Model

Sebagian besar pengajar klinik akan setuju bahwa mereka memainkan banyak peran selama fase pengajaran klinik di lab, briefing (pengarahan singkat), tanya jawab di seting klinik/ komunitas. mereka juga akan setuju bahwa mereka sering mengambil peran ganda dalam suatu tahap pengajaran klinik sendiri/ tunggal. peran pengajaran dapat mengembangkan termasuk, sebagai contoh seperti peran sebagai konselor, pemecah masalah, manajer, penilai, advokat, pemandu dan fasilitator. Infante (1975) pada edisi pertamanya peran pengajar klinik berhubungan dengan aktivitas mahasiswa di seting klinik yang pada tahap ini:Perhatian di lab klinik tidak seharusnya pada bagaimana merawat tapi bagaimana mengapilkasikan ilmu untuk merawat klien. caring bukan sama dengan belajar (p.23) Kesimpulan Infante menyebabkan bahwa peran pengajar seharusnya dinyatakan secara jelas untuk merefleksikan penggunaan lab klinik,Ketika mahasiswa membutuhkan melihat dan mengatasi situasi kehidupan nyata dan mempelajari mengaplikasikan ilmu ke dalam praktek sesuai permintaan memberikan asuhan (p. 24) Pada edisi teksnya tahun 1985, Infante dengan tegas tentang apakah mahasiswa sebagai pelajar yang melakukan di seting klinik ketika peran pengajar sebagai salah satu pengatur yang relevan dengan kegiatan mahasiswa.
Pengajar tidak mengajar di lab klinik. pengajar telah melakukannya sebelum penggunaan labortorium klinik yaitu di kelas dan lab kampus. kegiatan yang relevan diatur oleh pengajar untuk mahasiswa yang mengalami kebiasaan mahasiswa. lab klinik adalah puncak kegiatan yang membuka kesempatan mahasiswa untuk mempraktekan kemampuan intelektual dan keterampilan yang telah didapatkan – tidak mendapatkan prinsip-prinsip teori ketinggalan kemampuan.

Peran pengajar klinik sebagai pemandu, fasilitator dan pendukung selama sesi pembelajaran klinik adalah model yang diusulkan buku ini. kemampuan yang dibutuhkan pada peran adalah pengembangan yang akan datang pada bab yang lalu dan tergantung pada kesuksesan implementasi lab kampus dan sesi pra klinik atau pengarahan singkat, masing-masing membutuhkan kemampuan tambahan dan berbeda. tanya jawab atau sesi post konferens melengkapi siklus pembelajaran klinik yang juga tergantung pada kemampuan mengajar klinik yang spesifik.
Stevans (1979) memfokuskan mengajar klinik dalam sebuah kerangka ’pendidikan untuk kegiatan praktek’ (p.161). peran pengajr klinik adalah merancang tudas belajar dalam kompleksitas seting klinik. jika mhasiswa belajar untuk berpikir kemudian pengajar klinik membutuhkan untuk menentukan apa ’pola pemikiran’ dibuthkan oleh registered nurse. startegi belajar yang memungkinkan mahasiswa mempraktekan pola pemikiran sebagai pelajar akan menyediakan persiapan untuk praktek profesional sebagai lulusan. ketika berbagai seting klinik dipertimbangkan, perancangan strtegi belajar untuk merefleksikan pola pemikiran yang spesifik untuk praktek yang membutuhkan pertimbangan pengalaman pada bagian dari pengajar klinik. Stevans (1979) mengingatkan kita sebagai pengajar klinik, mengajar suatu peran fungsional (jelas dalam konteks mengajar) termasuk pengajar seharusmya ’menjadi mengetahui dengan baik’. untuk penekunan lebih lanjut, Stevans menjelaskan pada peran pendidikan, tidak melulu menambahkan dana pengetahuan mahasiswa tapi juga memengaruhi dirinya. peran yang satu mengisi hidupnya menjadi bagian dari dirinya. kemudian pendidik pada area fungsionil hanya menginformasikan pada mahasiswa tapi tidak membentuk mereka dan itu adalah tanggung jawabyang besar (p.173)
ada beberapa peran lain untuk pengajar klinik yang mungkin lebih relevan pada seting khusus dari pada seting umum ketika kebanyakan mahasiswa yang belum lulus diajar. Benner (1989) menggambarkan suatu peran untuk pengajar klinik ’tampak mempunyai pengetahuan yang lebih pada perawatan intensif ’(p.3). pada tulisan terakhirnya, Benner menyatakan ’jika kita tidak melakukan pekerjaan mengajar yang baik dari sisi manusia dan dari segi praktek asuhan, lalu mahasiswa kita tidak akan berada pada posisi yang baik untuk diselamatkan dan pelajar dan praktisi klinik manusia. kita bertaruh tidak menahan keahlian dan pengertian praktek asuhan kita (p. 16).
Peran ganda pengajar dan pembawa menimbulkan banyak perdebatan. Di mana tanggungjawab pengajar dan pembawa saling melengkapi, di mana seharusnya mereka harus dipisahkan? Seperti perdebatan biasanya bergantung pada jawaban pertanyaan seperti: apakah tanggungjawab utama pengajar klinik selama sesi pengajaran klinik? Kepada siapa pengajar klinik bertanggung jawab?
Konflik peran ganda timbul dikenal pada pekerjaan komite karir Federasi Perawat Royal Australia. Struktur tradisional yang tidak ada peran jelas untuk perawat klinik dan konsultan perawat klinik pada pengajaran dan peran perawat edukator/ pendidik yang diperankan di kelas, telah digantikan oleh struktur baru yang memberikan perawat klinik suatu jalan karir yang jelas dan perawat pendidik suatu peran pengajar pada kedua seting kelas dan klinik. Silver (1989) mendefenisikan perawat pendidk:
Perawat pendidik bertanggungjawab meliputi mengajar dan aktivitas pengajaran klinik untuk suatu kelompok mahasiswa yang spesifik, staf dan unit klinik. Dia membolehkan koordinasi suatu mata pelajaran atau program dalam sekolah perawat (p. 232)Jelas, tanggungjawab adalah untuk mahasiswa, bukan pada pasien. Pada sisi lain, konsultan perawat klinik didefeniskan sebagai
Seorang ahli praktisi klinik yang memberikan kepemimpinan dan koordinasi satu unit/ pelayanan tim pengiriman klinik di atas pemegang jabatan yang mempunyai wewenang total. Peran yang sedang memegang jabatan memberikan perawatan pasien secara langsung untuk sebuah jumlah kecil pasien/ klien dengan kebutuhan perawatan yang kompleks pada suatu basis regular pada perintah untuk mendemonstrasikan keahliannya. Tindakan pejabat sebagai suatu proses dan keahlian konsultan untuk staf bagian/ unit dan sebagai seorang konsultan keahlian untuk beberapa area permintaan, hubungan untuk area keahliannya (p. 232).

Pada keadaan ini, peran pengajar klinik adalah jelas bahwa itu ditetapkan pada hubungan mahasiswa khusus, unit staf dan klinik. Sepertinya tidak mungkin bahwa pengajar klinik akan menjadi ahli pada semua seting atau lapangan klinik, penggambaran unit klinik khusus memungkinkan pengajar klinik untuk mengikuti perkembangan lapangan kekhususan kliniknya dan meyakinkan bahwa mereka melanjutkan melakukan dengan mahirnya, sebagai seorang pengajar pada area klinik tersebut.
Manusia menunjukkan untuk kedua peran ini pada pengajar mereka (Windsor, 1987). Kecerdasan pengajar klinik adalah penting, karena pengetahuan dan pengalaman digunakan untuk membantu mahasiwa mensintesiskan konsep teori dengan realita praktek dan memberikan kesempatan untuk mahasiswa mempelajari bagaimana praktisi klinik berpikir dalam praktek. Peran pengajar sebagai instruktor lebih baik dari pada praktiksi klinik, bagaimanapun juga penting dan satu dari banyak pengajar merasa kebutuhan untuk mengembangkan keterampilan secara jelas.
Komponen kemampuan peran instruktor telah didefenisikan dalam hubungan supervisor pada pengajar pendidikan (turney, dkk., 1982, p. 85). Keterampilan didefenisikan sebagai Mempresentasikan (presenting), pertanyaan (questioning), pemecahan masalah (problem solving) dan konferensi (conferencing) dan setiap keterampilan mempunyai bnayak komponen:
1. Presenting, mempunyai komponen mengusulkan, modelling dan penjelasan
2. questioning, mempunyai komponen tambahan: peningkatan level, istirahat, penyelidikan, menjawab pertanyaan berbeda
3. pemecahan masalah, mempunyai komponen menggambarkan masalah, mengidentifikais faktor dan menemukan informasi, mencari solusi, mengaplikasikan dan menilai solusi.
4. conferencing, mempunyai komponen perencanaan untuk konferensi, petunjuk diskusi dan mengakhiri diskusi.

Ada beberapa persamaan yang nyata antara keterampilan mensupervisi ini pada pendidikan pengajar dan peran instruktor pada pendidikan perawat. Ketika masa pengajaran klinik lebih disukai pada konsep supervisi pada pendidikan perawat, keterampilan yang sama dilatih pada pada labotarium dan pada sesi pre dan post konferensi.
Kermode (1985) memeriksa konsep supervisi klinik pada pendidikan pengajar dan termasuk ada kesamaan antara keterampilan yang dibutuhkan untuk supervisi seorang pengajar-pembelajar di kelas dan di dalam sebuah seting klinik. Sebuah perbedaan kritis, bagaimanapun supervisor hanya seorang pengamat mahasiswa-pengajar dan seorang partner aktif dalam pelajaran. Secara kontras pengajar klinik pada pendidikan mempunyai banyak pilihan untuk berpartisipasi. Pengajar boleh mengambil peran seorang supervisor semata-mata ketika itu tepat untuk tingkatan belajar mahasiswa, kondisi pasien/ klien atau konteks, alternatifnya, pengajar klinik boleh bertindak sebagai observer, mencatat aspek penampilan untuk diskusi yang akan datang, tapi lebih biasa pengajar klinik dilibatkan dalam praktek, dengan peran modeling, menginstruksi, membantu dalam asuhan untuk peningkatan atau menyesuaikan peralatan atau pembicaraan dengan pasien atau klien. Pada saat umpan balik segera dapat dibutuhkan dan pengajar boleh mengintervensi untuk melindungi pasien/ klien dan mahasiswa dari potensial bahaya atau prosedur yang tak diingini.
Itu membantu untuk berpikir sebuah pengajaran klinik tiga serangkai mahasiswa, pasien/ klien dan pengajar yang membutuhkan keterampilan melebihi ini yang terdiri dari peran mensupervisi pada pendidikan pengajar.
Menurut Little dan Ryan (1988) peran instruktor pada pendidikan perawat telah menjadi hampir tidak ada keterampilan mengajar instruktor tradisional atau mempresentasikan informasi dan penempatan peran fasilitator mahasiswa belajar secara langsung telah diadopsi. ‘Peran fasilitator tergantung pada kemampuan membantu mahasiswa mengembangkan keterampilan pada berfikir kritis dan pemecahan masalah/ alasan, belajar secara langsung dan evaluasi diri’ (p. 2). Pengajar melatih kemampuan ini menggunakan strategi yang menantang secara konstan asumsi mahasiswa, pengertian, pengetahuan dasar dan keterampilan belajar secara langsung. Agaklah penting,

3. Peran pengajar klinik di laboratorium
a. Kolega/ teman sejawat
Melibatkan, menarik, memberikan feedback yang jujur, tapi tidak menjadi over protektif, menerima setiap mahasiswa dan memberikan dorongan untuk mengetahui bahwa keputusan hasil akan datang bukan dari satu penampilan yang jelek tapi dari seluruh tingkat kemampuan, sikap dan pelaksanaan sebagi suatu keutuhan
b. fasilitator
mempertimbangkan ketika mahasiswa menginginkan “menggunakan akal/ otak sebelah kiri” tapi tidak perlu sendiri, menjadi available (tersedia) tapi tidak mengganggu, menjadi sensitif ketika mahasiswa membutuhkan dorongan dan ketika “mengkoreksi kesalahan yang spesifik” dibutuhkan untuk mencegah menggunakan otak sebelah kanan, membolehkan mahasiswa mempelajari kesalahan sendiri dan di atas itu semua akan membangun kepercayaan diri mahasiswa.


c. ahli klinik
kredibel, dengan wewenang yang datang dengan “mengetahui bagaimana dan mengapa” dan dengan keterampilan mencakup mahasiswa pada demonstrasi yang kompleks sama baiknya dengan simulasi klinis yang sederhana atau yang biasa.
d. manajer dan coordinator
merancang latihan yang menarik, mempunyai sumber yang available, yakinkan bahwa waktu tidak terbuang dan sesi praktek(praktikum) diatur waktu sedekat/selekat mungkin sebelum sesi praktek klinik
e. penantang
memperkenalkan situasi yang baru untuk menguji kemampuan individual, memperpanjang individual mahasiswa dengan beralasan dan pada kenyataannya, mengharapkan standa yang tinggi
f. pembantu
mengurangi tekanan kepada mahasiswa untuk benar setiap waktu, memberikan kelonggaran yang realistic untuk individual yang kelelahan, kecemasan dan kehilangan (lupa) pada pengetahuan dan pelaksanaan
g. Peran tambahan:
penaksir/ penilai
Melakukan observasi pelaksanaan secara langsung di laboratorium dan membuat keputusan menurut ekspektasi (dugaan) ekspilisit, standar an ktiteria, mengenal dengan baik pada kemajuan pengkajian dan penerapan dengan sama pada setiap mahasiswa, menimbulkan kepercayaan, dan keadilan reabilitas
peneliti
Mempersiapkan mahasiswa menerapkan teori ke dalam praktek dan menemukan cara memperoleh teori dari praktek, membangun hubungan yang kooperatif dan kolaboratif dengan mahasiswa, merangsang untuk melakukan penyelidikan/ penelitian, mendukung penemuan.

4. Peran pengajar klinik pada sesi briefing (pengarahan singkat):
Aktifitas
Walaupun beberapa peran akan sama dengan di lab. Perbedaan tujuan briefing dan kelompok mahasiswa lebih kecil akan memengaruhi cara anda memerankan peran anda. Jika anda menginginkan sesi briefing untuk merefleksikan isu utama ditinggikan pada bab ini, peran anda akan menjadi apa?

Feedback
Jika mahasiswa anda adalah belajar bagaimana mempelajari pada klinikal peran anda sebagai supporter akan mencakup:
1. membantu mahasiswa mengidentifikasi perhatian mahasiswa
2. menyediakan cara mengurangi stress
3. mendorong mahasiswa mengidentifikasi kebutuhan belajar
4. mengembangkan kemampuan memecahkan masalah secara mandiri
Jika mahasiswa anda dalam penugasan klini akan menjadi efektif peran anda sebagai Perencana akan mencakup:
1. mengunjungi klien untuk mencari keterlibatan mereka
2. melakukan negoisiasi dengan staf klinik
3. mencocokkan sumber klinik dengan individual mahasiswa
4. mengantisipasi masalah
5. membiarkan untuk kemungkinan2
6. menilai kecepatan individual mahasiswa
7. mengenal kekuatan dan menasehatkan untuk kemajuan

Jika mahasiswa anda adalah untuk mendapatkan/ menambah dari pengalaman peran anda sebagai pelatih mereka akan mencakup:
1. mendemonstrasikan sebuah hubungan kerja yang terbuka dan percaya sehingga anda dan mahasiswa adalah partner
2. belajar dari dan dengan setiap orang, mempersiapkan untuk kolaborasi dan kooperasi
Jika anda adalah untuk mendorong kemandirian melalui pembelajaran self-directed pada klinik, peran anda sebagai sumber pengetahuan akan mencakup:
1. membuka tujuan dan ekspektasi mahasiswa anda
2. mendorong inisiatif mahasiswa
3. memberi penghargaan pelaksanaan
4. membantu usaha
5. mensimulasi kreativitas
Jika anda adalah membantu perjanjian sebagai sebuah strategi untuk mengembangkan rasa tanggungjawab mahasiswa anda, role model professional anda akan mecakup mendemonstrasikan analisis anda sendiri dan respon terhadap tantangan menjadi seorang yang professional.

Jika mahasiswa anda adalah mengembangkan pengetahuan berbasis praktek, peran anda sebagai fasilitator akan mencakup:
1. mempersiapkan mahasiswa untuk menguji secara kritis asumsi mereka, pengetahuan dasar dan sikap pada seting klinik
2. mempersiapkan tantangan untuk mehasiswa mengetahui apakah mereka akan melihat , melakukan dan mengalami di klinik

Jika mahasiswa anda adalah untuk mempersiapkan untuk sesi Tanya jawab untuk mengikuti klini, peran anda sebagai penyelidik akan mencakup:
1. membiarkan mahasiswa mengenal keraguan pengalaman klinik meeka setiap hari untuk analisis secara kritis
2. mendorong mahasiswa untuk mencatat apakah ekspektasi meeka berbeda dari apa yang sebenarnya terjadi
3. merencanakan untuk co-investigasi keraguan yang teridentifikasi oleh mahasiswa
4. menawarkan ketersediaan untuk berdiskusi sama berarti baik dengan praktek konkret
5. mendemonstrasikan sebuah pendekatan penyelidikan untuk memiliki peran
Peran pengajar klinik dengan mahasiswa di seting klinik/ komunitas
Aktifitas
Ini saatnya kembali pada tahap sebelumnya siklus pembelajaran klinik, di lab dan sesi briefing, untuk mengingatkan peran pengajar klinik pada sesi ini. Peran mana yang anda pertimbangkan tepat juga untuk anda di seting klinik/ komunitas? Yang mana yang anda hilangkan?yang mana peran tambahan yang anda sarankan?

Feedback
Setelah membaca sekilas peran, kita telah mengidentifikasi cukup jauh, anda boleh mempertimbangkan peran yang paling tepat untuk pengajaran pada seting sebenarnya sebaik simulasi di lab atau riefing. Peran pembelajaran pasti seperti sebagai fasilitator, pelatih, supporter, penantang, pembantu, sumber pengetahuan dan kolega. Peran berhubungan dengan organisasi, perencana, manager dan coordinator juga berlaku sebagai melakukan peran professional sepert peneliti, penyelidik, role model professional dan peran ahli klinik.
Ketika benar bahwa pengajar klinik mempunyai sebuah peran sebagai penilai penampilan klinik mahasiswa, kita belum mencakup aspek mengajar/ belajar pada bab ini. Walaupun, peran feedback telah diambil pada tempatnya sebagai sebuah strategi mengajar/ belajar yang spesifik dengan tekanan pada petunjuk informasi kea rah kemajuan.
Kita mengakui masalah konflik peran ketika mahasiswa merasa sebuah kontradiksi antara pengajar sebagai fasilitator dan supporter dan pada saat yang bersamaan sebagai penilai bertanggungjawab untuk berkontribusi pada keputusan yang dapat memengaruhi kemajuan mahasiswa pada bagian yang sama baiknya mengancam harga diri mahasiswa. Membuat suatu lingkungan belajar yang kondusif untuk pengajar klinik sebagai penilai berfokus pada perkembangan kepercayaan dan rasa hormat bersama.
Persoalan khusus pengkajian dan evaluasi penampilan klinik adalah melebihi jangakuan teks ini. Gambaran pada tujuan pembelajaran klinik mengubah melebihi waktu dan sebagai idea dan ekspektasi adalah lebih tajam, semuanya jelas bahwa metoda pengkajian tradisional terbatas pada kapasitas mereka yang merefleksikan kompleksifitas penampilan dan pembelajaran klinik yang efektif. Evaluasi penampilan klinik tinggal sebuah area tantangan yang menunggu solusi yang dapat diatur.
Peran tambahan apa yang ada untuk pengajar klinik? Peran sebagai observer/ pengamat mendapatkan yang semestinya pada seting klinik/ komunitas dan membutuhkan tambahan sebagai sebuah peran yang penting, terus-menerus dan utuh pada pengakajian yang berdampak pada lingkungan pembelajaran dan mempunyai kemampuan untuk memberikan feedback yang spesifik kepada mahasiswa dan membantu mereka mengintepretasikan apa yang mereka lihat disekeliling mereka.
Peran pelajar pengajar klinik terjadi secara implicit sepanjang siklus pembelajaran klinik melalui banyak kesempatan mengobervasi bagaiman mahasiswa belajar, dan melalui penyelidikan berkelanjutan dan mencari pengetahuan. Pada seting klinik/ komunitas, focus pengajar klinik meliputi belajar dengan mahasiswa bagaimana mengembangkan pengetahuan klinik, mengenal masalah yang dapat diteliti dan mengangkat isu untuk perkembangan teori. Penting, belajar tentang penampilan sendiri dan memperoleh wawasan untuk pengetahuan sendiri yang menjadi pusat seorang mahasiswa/ pelajar pada praktek klinik/ komunitas.
Hubungan yang dekat dengan peran pelajar adalah peran sebagai co-experiencer, memusat secara signifikan pada pengalaman mahasiswa dan pasien. Peran membutuhkan pengetahuan klinik, kebiasaan dengan kemajuan belajar mahasiswa dan respon pasien terhadap kesehatan, penyakit dan prognosis. Kamu akan memungkinkan mengenal hubungan yang dekat peran pelatih karena kamu mempertimbangkan tahap demi tahap keterlibatan sebagai experincer pada peristiwa kehidupan mahasiswa dan pasien.
Akhirnya, peran carer/ pemerhati pondasi kegiatan pengajar klinik pada praktik klinik. Mengasuh mahasiswa, memulai di lab dan melanjutkan sesi briefing dan memperpanjang sampai peran dengan full care sebagai seorang pendidik, kepada mahasiswa dan pasien. Itu adalah peran mempedulikan yang terbaik yaitu rendah hati, hampir tidak kelihatan, tapi jelas pada seleksi pengalaman belajar yang teliti pada perhatian mahasiswa dan pasien, dengan kehadiran yang hangat dan perhatian berdasarkan intuisi untuk keselamatan dan pertumbuhan mahasiswa, pasien dan diri sendiri.


5. Peran pembimbing klinik dalam post conference
Aktifitas

Review tujuan post konferew
Jelaskan tugas pembimbing klinik dalam post konferen untuk membahas pengalaman dan masalah yang dihadapi dalam praktek

Feedback

Tanggung jawab professional anda sebagai pembimbing klinik untuk menyiapkan untuk melakukan praktek klinik, caring, perilaku professional merupakan peran anda sebagai pemberi feed back dan apabila di laboratorium peran ini tercakup peran anda sebagai assessor . Pada situasi klinik penekanan pada peningkatan kemampuan peserta didik melalui pemberian bimbingan dengan cara pembimbing klinik mengobservasi penampilan siswa dalam prkatek klinik. Dalam praktek klinik peran peserta didik meliputi belajar mengevaluasi kemampuan kliniknya sendiri, sehingga dalam post conference peserta didik dan pembimbing klinik saling memberikan feedback
Peran sebagai partisipan reflektif merupakan salah satu prioritas yang tinggi bagi instruktur klinik. Peran tersebut meliputi peran sebagai kolega, pelatih, dan fasilitator tetapi ditambahkan dimensi-dimensi lain. Dalam melatih siswa untuk mengubah pikiran mereka tentang kegiatan-kegiatan dalam praktik, instruktur klinik merefleksikan siswa dengan ‘titik buta (blind spot)nya, membantu mereka untuk melihat diri mereka sendiri pada saat bekerja sebagai perawat dan menginterpretasikan perilaku melalui sudut pandang siswa itu sendiri dan memaknainya.karena Peran ini hampir sama dengan peran sebagai pelajar karena kedua peran tersebut memperbesar konfrontasi dan pengetahuan tentang diri sendiri. Akhirnya, terdapat hubungan yang kuat dengan model peran professional. Karena proses belajar mengajar, interpretasi, dan maknanya berhubungan dengan rasa saling percaya maka standar etika perilaku personal, kerahasiaan dan kehati-hatian harus dilakukan secara timbal balik antara instruktur klinik dan siswa
Peran :
1. sebagai pemberi feed back
2. kolega/teman
3. sebagai assessor/ penilai
4. peran reflektif
5. sbg coach
6. fasilitator
7. role model professional
BAB III
P E N U T U P

 Perubahan kurikulum pendidikan Sarjana Keperawatan/Ners yang lebih berorientasi pada kompetesi (KBK) tentu memberikan implikasi pada berbagai perubahan termasuk dalam kesiapan tenaga pembimbing klinik dalam memberikan bimbingan agar mencapai kompetensi yang diinginkan.
 Peranan seorang Clinical Instructor (CI) sangat penting dalam setiap tahapan praktikum mahasiswa sejak di tatanan laboratorium sampai pada tatanan klinik/lapangan nyata.
 Peranan adalah pola tingkah laku yang diharapkan dari seseorang yang menduduki suatu jabatan atau pola tingkah laku yang diharapkan pantas dari seseorang.
 Kemampuannya dalam membimbing peserta didik karena berbagai sebab antara lain adalah kurangnya kepercayaan diri dan ketidakjelasan peranan yang di berikan institusi pendidikan pada para CI tersebut.
 Pelatihan Clinical Instructor saat ini, semoga memberi kejelasan akan peran fungsi dan tanggungjawabnya dalam membimbing para peresta didik di tatanan klinik.




DAFTAR PUSTAKA

1}http://lukman54.wordpress.com/2008/06/16/peranan-ci-clinical-instructor-dalam-pembelajaran-klinik/

2)http://www.gudangreferensi.com/ebookdetail.php?judul=Modul%201.2.%20Prinsip%20Active%20Learning%20dalam%20Pendidikan%20Orang%20Dewasa

3)http://eeqbal.blogspot.com/2008/12/konsep-pendidikan-orang-dewasa-dan.html

Rabu, 28 April 2010

Link



http://razak007.blogspot.com/2010/04/13/C!nta Emang GilAA.html" rel="bookmark" title="
39

Selasa, 20 April 2010

KTI DALAM MENGURANGI NYERI SELAMA PERSALINAN




BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persalinan adalah sesuatu hal yang fisiologis yang akan terjadi pada setiap wanita di dunia ini. Wanita akan melewati masa kehamilan 9 bulan dan setelah itu akan mengalami proses persalinan. Sebagian besar calon ibu terutama yang pertama kali menghadapi proses persalinan merasa takut terhadap suasana rumah sakit, suasana ruang bersalin, sehingga akan menambah ketegangan. Hal itu merupakan satu alasan mengapa persalinan dukun masih diterima masyarakat karena persalinan ditolong di rumah (Manuaba,1998).

Semua wanita mengalami nyeri selama persalinan, hal ini merupakan proses fisiologis. Secara objektif sebagaimanan telah dilakukan penelitian oleh Niven danGijsbern pada tahun 1984 didapatkan bahwa nyeri persalinan jauh melebihi keadaan penyakit. Bagaimanapun nyeri harus diatasi, Browridge 1995 meyatakan bahwa nyeri yang menyertai kontraksi uterus mempengaruhi mekanisme fungsional yang menyebabkan respon stress fisiologis, nyeri persalinan yang lama menyebabkan hiperventilasi dengan frekuensi pernafasan 60-70 kali per menit sehingga menurunkan kadar PaCO2 ibu dan peningkatan pH. Apabila kadar PaCO2 ibu rendah, maka kadarPaCO2 janin juga rendah sehingga menyebabkan deselerasi lambat denyut jantung janin, nyeri juga meyebabkan aktivitas uterus yang tidak terkoordinasi yang akan mengakibatkan persalinan lama,yang akhirnya dapat mengancam kehidupan janin dan ibu (mander 2003), selain itu nyeri yang lama dan tidak tertahankan akan menyebabkan meningkatnya tekanan sistol sehingga berpotensi terhadap adanya syok kardiogenik (Zulkarnain, 2003).

Nyeri persalinan dapat di kurangi dengan teknik non farmakologi seperti relaksasi, masasse, hypnosis, psikoanalgesia, imajinasi dan sebagainya. Nyeri yang tidak tertahankan mendorong ibu bersalin menggunakan obat penawar nyeri seperti analgetik dan sedativa (Ridolfidan franzen, 2001), sedangkan obat-obat tersebut memberikan efek samping yang merugikan yang meliputi fetal hipoksia, resiko depresi pernapasan neonatus, penurunan Heart Rate / Central nervus system (CNS) dan peningkatan suhu tubuh ibu yang dapat menyebabkan perubahan pada janin(Mander,2003).
Berdasarkan uraian di atas maka penulis mengkaji permasalahan lewat karya tulis ilmiah ini dengan judul “Manajemen Kebidanan PadaNy “M” Dalam Mengurangi Nyeri Selama Persalinan” .

B. Tujuan Studi Kasus

1. Tujuan Umum

Melaksanakan management nyeri persalinan pada Ny “M“ untuk menurunkan rasa nyeri selama persalinan di RSIA Pertiwi Makassar.

2. Tujuan khusus

a. Melaksanakan identifikasi masalah kebidanan akibat nyeri persalinan pada Ny “M“ melalui pengkajian di kamar bersalin RSIA pertiwi Makassar.

b. Menetapkan rencana tindakan dalam menurunkan rasa nyeri persalinan pada Ny “M“ berdasarkan prioritas masalah.

c. Melaksanakan tindakan management nyeri persalinan pada Ny “M“ berdasarkan rencana yang telah ditetapkan.

d. Melaksanakan evaluasi hasil tindakan management nyeri persalinan pada Ny “M“ berdasarkan kriteria evaluasi yang telah ditetapkan

C. Manfaat Studi Kasus

1. Instansi

Sebagai salah satu sumber penentu kebijakan dan pelaksanaan program baik Dinas Kesehatan maupun pihak RSIA Pertiwi dalam menyusun perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program di RSIA Pertiwi.

2. Institusi

Merupakan input atau masukan dalam pemberian bekal bagi mahasiswa agar berhasil dalam mentapkan asuhan kebidanan pada klien dalam mengurangi nyeri selama persalinan.

3. Penulis

Merupakan pengalamam ilmiah yang berharga bagi penulis untuk meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan dalam asuhan kebidanan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Persalinan

1. Pengertian Persalinan Normal

a. Persalinan merupakan kejadian fisiologis yang normal. Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya servik dan janin turun ke dalam jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal atau fisiologis adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Saifuddin, 2002).

b. Partus fisiologis atau partus normal atau partus spontan adalah bila bayi lahir dengan presentasi belakang kepala tanpa memakai alat untuk pertolongn istimewa serta tidak membahayakan ibu dan janin umumnya berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam (Wiknjosastro, 2002).

c. Persalinan adalah suatu proses fisiologis yang memungkinkan serangkaian perubahan yang besar pada ibu untuk dapat melahirkan janinnya melalui jalan lahir (Hacker dan More, 2001).

2. Teori Terjadinya Persalinan

Penyebab terjadinya proses persalinan belum diketahui benar, yang ada hanya teori-teori yang komplek antara lain dikemukakan faktor-faktor humoral, struktur rahim, pengaruh tekanan pada syaraf dan nutrisi (Saifuddin, 2002).

Adapun beberapa teori yang menyatakan kemungkinan proses persalinan :

a. Teori Kerenggangan

1. Otot rahim mempunyai kemampuan merenggang dalam batas tertentu.

2. Setelah melewati batas tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat mulai.

3. Contohnya : pada hamil ganda sering terjadi kontraksi setelah kerenggangan tertentu, sehingga menimbulkan proses persalinan (Manuaba, 1998).

4. Rahim yang menjadi besar dan merenggang menyebabkan iskemia otot-otot rahim sehingga mengganggu sirkulasi utero plasenter (Mochtar, 1998).

b. Teori Penurunan Progesteron

1. Proses penuaan plasenta terjadi mulai 28 minggu usia kehamilan, terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah mengalami penyempitan dan buntu.

2. Produksi progesteron menurun, sehingga otot rahim lebih sensitif terhadap oksitosin.

3. Akibatnya otot rahim mulai kontraksi setelah mencapai penurunan progesteron tertentu (Manuaba, 1998).

4. Progesteron bekerja sebagai penenang otot-otot polos rahim dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila kadar progesteron turun (Mocthar, 1998).

c. Teori Oksitosin Internal

1. Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis pars anterior.

2. Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron mengubah sensitivitas otot rahim, sehingga terjadi kontraksi braxton hick (Manuaba, 1998).

3. Menurunnya konsentrasi progesteron akibat tuanya kehamilan maka oksitosin menimbulkan aktivitas, sehingga persalinan dapat mulai.

d. Teori Prostaglandin

1. Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan 15 minggu yang dikeluarkan oleh desidua.

2. Pemberian prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil konsepsi dikeluarkan.

3. Prostaglandin dianggap sebagai pemicu terjadinya persalinan (Manuaba, 1998).

e. Teori Hipotalamus-Pituitari dan Glandula Suprarenalis

1. Teori ini menunjukkan kehamilan anansefalus sering terjadi kelambatan persalinan karena tidak terbentuk hipotalamus. Teori ini dikemukakan oleh Linggin 1973.

2. Malpar pada tahun 1933 mengangkat otak kecil kelinci percobaan, hasilnya kehamilan berlangsung lebih lama.

3. Pemberian kortikosteroid yang dapat mengakibatkan maturitas janin, induksi persalinan.

4. Dari percobaan tersebut disimpulkan ada hubungan antara hipotalamus-pituitari dengan mulainya persalinan.

5. Glandula suprarenal merupakan pemicu persalinan (Manuaba, 1998).

f. Teori Plasenta Sudah Tua

Plasenta yang sudah tua mengakibatakan turunnya kadar estrogen dan progesteron sehingga mengakibatkan kekejangan pembuluh darah dan hal ini akan menimbulkan kontraksi rahim (Mochtar, 1998).

3. Perubahan Pada Persalinan

Saat persalinan terjadi perubahan pada uterus dan jalan lahir. Uterus terdiri dari 2 komponen fungsional utama yaitu miometrium dan servik, selama kehamilan miometrium harus terus tumbuh dan tetap rileks pada saat yang sama servik harus kuat untuk menahan kehamilan. Pada persalinan otot harus berkontraksi untuk mendilatasikan servik untuk menghasilkan tekanan pada dinding uterus.

a. Pada Uterus

Pada tiap kontraksi sumbu panjang rahim bertambah panjang sedangkan ukuran melintang maupun muka belakang berkurang.

Pengaruh perubahan ini adalah :

1. Berkurangnya ukuran melintang, maka lengkungan tulang punggung anak berkurang, artinya tulang punggung menjadi lebih lurus dan dengan demikan kutub-kutub atas anak tertekan pada fundus sedangkan kutup bawah ditekan ke dalam pintu atas panggul.

2. Rahim yang bertambah panjang, maka otot-otot memanjang direnggang dan menarik pada segmen bawah dan servik.

b. Segmen Atas dan Bawah Rahim Pada Persalinan

Segmen atas dibentuk oleh korpus uteri, memegang peranan aktif karena berkontraksi dan dindingnya bertambah tebal dengan majunya persalinan. Segmen bawah dibentuk oleh istmus uteri, memegang peranan pasif dan makin tipis dengan majunya persalinan karena direnggang. Secara singkat segmen atas berkontraksi menjadi tebal dan mendorong anak keluar, sedangkan segmen bawah dan servik relaksasi dan dilatasi sehingga menjadi tipis dan terenggang yang akan dilalui bayi.

Kontraksi otot rahim mempunyai sifat khas :

1) Setelah kontraksi, tidak berelaksasi kembali kekeadaan semula tapi menjadi sedikit lebih pendek walau tonusnya seperti sebelum kontraksi yang disebut dengan retraksi, sehingga setelah his hilang anak tidak naik lagi tapi terdorong kebawah karena rongga rahim mengecil.

2) Kontraksi paling kuat di daerah fundus uteri dan berangsur berkurang kebawah dan paling bawah pada segmen bawah rahim.

Segmen atas makin menebal dan segmen bawah makin menipis, maka batas antara segmen atas dan segmen bawah menjadi jelas yang disebut dengan lingkaran retraksi fisiologis. Jika segmen bawah sangat direnggang, maka retraksi makin jelas lagi dan naik mendekati pusat yang disebut dengan lingkaran retraksi patologis atau lingkaran ban, dll yaitu ancaman robekan rahim dan terdapat kalau bagian depan tidak dapat maju misal karena panggul sempit.

c. Pada Ligamentum Rotundum

Ligamentum rotundum terdiri dari otot-otot polos sehingga jika uterus berkontraksi otot-otot ikut berkontraksi sehingga menjadi pendek.

1. Pada tiap kontraksi, fundus yang tadinya bersandar pada tulang punggung berpindah kedepan mendesak dinding perut depan kedepan. Perubahan letak uterus waktu berkontraksi penting karena dengan demikian sumbu rahim searah dengan sumbu jalan lahir.

2. Adanya kontraksi dari ligamen rotundum fundus uteri tertambat sehingga waktu kontraksi, fundus tidak dapat naik ke atas waktu kontraksi, maka kontraksi tersebut tidak dapat mendorong anak ke bawah.

d. Pada serviks

1) Pendataran serviks

Pendataran servik yaitu pemendekan dari kanalis servikalis yang semula berupa sebuah saluran panjang 1-2 cm menjadi suatu lubang saja dengan pinggir tipis. Pendataran servik dari atas kebawah yaitu daerah ostium uteri internum tertarik ke atas dan menjadi lanjutan dari segmen bawah rahim sedangkan ostium externum sementara tidak berubah, pendataran nampak pada porsio yang makin pendek dan akhirnya rata dengan majunya persalinan.

2) Pembukaan serviks

Pembukaan servik adalah pembesaran dari ostium externum yang tadinya berupa satu lubang dengan diameter beberapa milimeter menjadi lubang yang dapat dilalui anak kira-kira 10 cm.

Faktor yang mempengaruhi pembukaan sevik :

a. Mungkin otot servik menarik pada pinggir ostium dan membesarkannya.

b. Waktu kontraksi segmen bawah rahim dan servik direnggang oleh isi rahim terutama air ketuban yang mengakibatkan tarikan pada serviks.

c. Waktu kontraksi bagian selaput yang terdapat diatas canalis servikalis yaitu ketuban, menonjol kedalam canalis servikalis dan membukanya.

e. Pada Vagina dan Dasar Panggul

Pada kala I ketuban ikut merenggang bagian atas vagina yang sejak hamil mengalami perubahan sehingga dapat dilalui anak. Setelah ketuban pecah, segala perubahan terutama didasar panggul menjadi saluran dengan dinding-dinding tipis. Waktu kepala sampai di vulva, lubang vagina menghadap kedepan atas, nampak perineum menonjol dan menjadi tipis dan anus membuka.

4. Tahapan Persalinan

1. Kala I (Kala Pembukaan)

Kala I persalinan umumnya dikenali dari awitan kontraksi uterus yang teratur sampai dilatasi servik lengkap (Henderson, 2006). Pembukaan dan pendataran servik menyebabkan keluarnya lendir bercampur darah pada jalan lahir (Wiknjosastro, 2002). Kala I atau kala pembukaan dibagi atas 2 fase, yaitu :

a. Fase Laten

Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan pada servik secara bertahap.Pembukaan servik kurang dari 4 cm. Biasanya berlangsung dibawah hingga 8 jam (Anonymous, 2004).

b. Fase Aktif

Fase dimana dilatasi servik dan penurunan bagian presentasi berlangsung lebih cepat (Bobak, 2005). Pada fase aktif ditandai dengan frekuensi dan lama kontraksi uetrus meningkat yaitu 3 kali dalam 10 menit dan lamanya 40 detik atau lebih, serviks membuka dari 4 ke 10 cm dan terjadi penurunan bagian terbawah janin (Anonymous, 2004).

2. Kala II (Kala Pengeluaran Janin)

Kala II persalinan adalah dari dilatasi servik lengkap sampai kelahiran bayi. Selama kala II persalinan, turunnya janin harus dipantau dengan cermat untuk mengevaluasi kemajuan persalinan. Penurunan diukur dari segi kemajuan pada bagian yang berpresentasi melalui jalan lahir (Hacker dan More, 2001). Pada primipara kala II rata-rata berlangsung 30-35 menit dan dengan penyimpangan 5% berlangsung 120-200 menit. Pada multipara kala II rata-rata berlangsung 8-10 menit dan dengan penyimpangan 5% berlangung 35-50 menit (Manuaba, 2001).

Adapun beberapa tanda dan gejala kala II persalinan, antara lain:

a. Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi, frekuensi antara 2-3 menit sekali.

b. Ibu merasakan makin meningkatnya tekanan pada rektum dan vagina karena turunya kepala janin ke ruang panggul.

c. Perineum terlihat menonjol.

d. Vulva, vagina dan sfingter ani terlihat membuka.

e. Peningkatan pengeluaran lendir dan darah (Anonymous, 2004).

3. Kala III ( Kala Pengeluaran Uri )

Kala III persalinan berlangsung sejak janin lahir sampai plasenta lahir (Bobak, 2005). Pada kala III persalinan otot uterus berkontraksi mengikuti berkurangnya ukuran rongga uterus secara tiba-tiba setelah bayi lahir. Penyusutan rongga uterus menyebabkan berkurangnya ukuran tempat implantasi plasenta sehingga menjadi kecil sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan menekuk, menebal, kemudian dilepaskan dari dinding uterus, setelah lepas plasenta akan turun kebagian bawah uterus dan bagian atas vagina.

4. Kala IV

Kala IV dimulai dari kelahiran plasenta sampai stabilisasi keadaan pasien yang berlangsung kira-kira 2 jam. Periode ini merupakan masa pemulihan yang terjadi segera jika hemostatis berlangsung dengan baik. Masa ini merupakan periode penting untuk memantau adanya komplikasi, misalnya perdarahan abnormal (Bobak, 2005).

5. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Persalinan

a. . Passanger (Janin dan Plasenta)

Passenger terdiri dari janin dan plasenta yang bergerak disepanjang jalan lahir. Bergeraknya janin merupakan akibat interaksi beberapa faktor yaitu: ukuran kepala janin.letak janin, presentasi janin, sikap janin dan posisi janin

b. Passegway (Jalan Lahir)

Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni bagian tulang-tulang yang padat, dasar panggul, vagina, dan introitus (lubang luar vagina). Meskipun jaringan lunak, khususnya lapisan- lapiasan otot dasar panggul, ikut menunjang keluarnya bayi, tetapi panggul ibu jauh lebih berperan dalam proses persalinan. Janin harus berhasil menyesuaikan diri terhadap jalan lahir yang relatif kaku. Oleh karena itu ukuran dan bentuk panggul harus ditentukan sebelum persalinan dimulai. Panggul ginekoid adalah bentuk panggul yang paling sering ditemui, bentuk panggul ginekoid dimiliki 59% wanita.

c.. Power (Kekuatan)

Power atau kekuatan adalah kekuatan yang mendorong anak keluar.yang di pengaruhi oleh kekuatan his, frekuensi his, durasi dan interval his.

B. Tinjauan umum tentang nyeri

1. 1. Pengertian nyeri

Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan bersifat sangat subjektif karena persaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya.berikut adalah pendapat beberapa ahli mengenai pengertian nyeri :

a. Mc. Coffery (1979),mendefinisikan nyeri sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang yang keberadaaanya diketahui hanya jika orang tersebut pernah mengalaminya.

b. Wolf weifsel feurst (1974),mengatakan nyeri merupakan suatau perasaan menderita secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa menimbulkan ketegangan.

c. Artur C Curton (1983),mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu mekanisme bagi tubuh ,timbul ketika jaringan sedang rusak ,dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk menghilngkan rangsangan nyeri.

d. Scrumum ,mengartikan nyeri sebagai suatu keadaan yang tidak menyenangkan akibat terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi fisik ,fisiologis maupun emosional

2. Fisiologi Nyeri

Munculnya nyeri sangat berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan. Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor, merupakan ujung- ujung saraf sangat bebas yang memiliki atau bahkan myelin yang tersebar pada kulit dan mukosa, khususnya pada organ viseral, persendian, dinding arteri, hati dan kandung empedu. Reseptor nyeri dapat memberikan respon akibat adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimiawi seperti histamin ,brakidini, prostaglandin, dan macam – macam asam yang dilepas apabila tedapat kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigenasi. Stimulasi yang lain dapat berupa termal, listrik atau mekanis.

Selanjutnya stimulasi yang diterima oleh respon tersebut ditransmisikan berupa impuls – impuls nyeri ke sumsum tulang belakang oleh dua jenis serabut yang bermyelin rapat atau serabut A (delta) dan serabut lamban (serabut C). Impuls – impuls yang di transmisikan oleh srabut delta A mempunyai sifat inhibitor yang di transmisikan ke serabut C. Serabut – srabut aferen masuk ke spinal melalui akar dorsal (dorsal root) serta sinapas pada dorsal horn.dorsal horn sendiri terdiri atas beberapa lapisan atau laminae ynag saling bertatauan. Diantara lapisan dua dan tiga membentuk substansia gelatinosa yang merupakan saluran utama impuls. Kemudian impuls nyeri menyeberang sumsum tulang belakang pada interneuron dan bersambung ke jalur spinal asendens yang paling utama, yaitu jalur spinothalamic tract (SST) atau jalur spinothalamus dan spinoreticular tract (SRT) yang membawa informas mengenai sifat dan lokasi nyeri. Dari prosese transmisi terdapat dua jalur mekanisme terdapat dua jalur terjadinya nyeri yaitu jalur opiate dan jalur nonopiate.jalur opiate di tandai oleh pertemuan reseptor pada otak yang terdiri atas jalur soinal desendens dari thalamus yang melalui otak tengah dan medulla ke tanduk dorsal tulang belakang yang berkonduksi dengan nociceptorimpuls supresif. Serotonim merupakan neurotransmitter dalam impuls supresif. System supresif lebih mengaktifkan stimulasi nociceptor yang ditransmisikan oleh serabut A. Jalur nonopiate merupakan jalur desenden yang tidak memberikan respons terhadap naloxone yang kurang banyak diketahui mekanismenya. (Barbara C Long,1989).

3. Mekanisme Nyeri Pada Persalinan

a. Membukanya mulut rahim.

Nyeri pada kala pembukaan adalah di sebabakan oleh membukanya mulut rahim misalnya peregangan otot polos merupakan rangsang yang cukup untuk menimbulkan nyeri, terdapat hubungan yang erat antara besarnya pembukaan mulut rahim dan intensitas nyeri (makin membuka makin nyeri),terdapat hubungan antar timbulnya kontraksi rahim, rasa nyeri terasa kira-kira 15-30 detik setelah mulainya kontraksi rahim.

b. Kontraksi dan peregangan mulut rahim.

Rangsang nyeri disebabkan oleh tertekannya ujung saraf sewaktu rahim berkontraksi dan teregangya rahim bagian bawah.

c. Kontraksi mulut rahim

Teori ini kurang dapat diterima oleh karena jaringan mulut rahim hanya sedikit mengandung jaringna otot.

d. Peregangan jalan lahir bagian bawah

Peregangan jalan lahir oleh kepala janin pada akhir kala pembukaan dan selama kala pengeluaran menimbulkan rasa nyeri paling hebat dalam proses persalinan.

4. Klasifikasi Nyeri

Klasifikasi nyeri umunya dibagi 2 ,yaitu nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang,tidak melebihi 6 bulan,dan ditandai adanya peningkatan tegangan otot. Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan – lahan biasanya berlangsung dalam waktu cukup lama ,yaitu lebih dari 6 bulan .Yang termasuk dalam kategori nyeri kronis adalah nyeri terminal,sindrom nyeri kronis dan psikosomatik.

Tabel

Perbedaan Nyeri Akut dan Kronis

Karakteristik

Nyeri akut

Nyeri kronis

Pengalaman

Suatu kejadian

Suatu situasi, status eksistensi

Sumber

Sebab eksternal atau penyakit dari dalam

Tidak diketahui atau pengobatan yang terlalu lama

Serangan

Mendadak

Bisa mendadak, berkembang dan terselubung

Waktu

Sampai 6 bulan

Lebih dari enam bulan sampai bertahun-tahun

Pernyataan nyeri

Daerah nyeri tidak diketahui dengan pasti

Daerah nyeri sulit dibedakan intensitas sehingga sulit dievaluasi (perubahan perasaan)

Gejala-gejala klinis

Pola respons yang khas dengan gejala yang lebih jelas

Pola respons yang bervariasi sedikit gejala-gejala (adaptasi)

Pola

Terbatas

Berlangsung terus dapat bervariasi

Perjalanan

Biasanya berkurang setelah beberapa saat

Penderitaan meningkat setelah beberapa saat

Sumber. Barbaca C Long, 1989

Selain klasifikasi nyeri di atas, terdapat jenis nyeri yang spesifik, di antaranya nyeri somatis, nyeri verisal, nyeri menjalar, (referent pain), nyeri psikogenik, nyeri phantom dari ektremitas, nyeri neurologis, dan lain-lain.

Nyeri somatis dan nyeri verisal ini umumnya bersumber dari kulit dan jaringan di bawah kulit (superfisial) pada otot dan tulang, perbedaan antara kedua nyeri ini dapat dilihat pada table berikut :

Tabel

Perbedaan Nyeri Somatik dan Veriseral

Karakteristik

Nyeri somatic

Nyeri viseral

Supervisial

Dalam

Kualitas

Tajam, menusuk, membakar

Tajam, tumpul, nyeri terus tidak

Tajam, tumpul, nyeri terus dan kejang

Menjalar

Stimulasi

Tidak

Torehan, abrasi

Terlalu panas dan

dingin

Torehan,

Panas, iskemia

pergeseran tempat

Ya

Distensi, iskemia,

spasmus, iritasi

kimiawi (tidak ada

torehan)

Reaksi autonom

Refleks kontraksi

Otot

Tidak

Tidak

Ya

Ya

Ya

Ya

Sumber: Barbara C Long, 1989

5. Nyeri persalinan dan respon tubuh

Nyeri yang menyertai kontraksi uterus mempengaruhi mekanisme fisiologis sejumlah system tubuh yang selalu menyebabakan respons sters fisiologis yang umum dan menyeluruh (Brownridge,1995). Banyak respon involunter yang mungkin merupakan jalan alami untuk mempertahankan homeostatis, tetapi nyeri persalinan yang berat dan lama dapat mempengaruhi ventilasi, sirkulasi, metabolisme, dan aktifitas uterus.

a. Ventilasi

Nyeri yang menyertai kontraksi uterus meyebabkan hyperventilasi ,dengan frekuensi pernapasan tercatat 60 – 70 Kali permenit (cole & nainby – luxmoore,1962).hyperventilasi sebaliknya menyebabkan penurunan kadar PaCO2(kadar pada kehamilan normal adalah 32 mmHg, kadar ynag menurun adalah 16-20 mmHg :Bonica ,1973) dan konsekuensinya adalah penigkatan kadar Ph yang konsisten.Temuan yang sama telah dilaporkan oleh sejumlah peneliti di bidang nyeri persalinan (FisherPrys-Roberts,1968:Marx,dkk.,1969;Huch,dkk.,1997;Paebody,1979). Salah satu bahaya kadar PaCO2 ibu rendah adalah penurunan kadar janin yang menyebabkan deselerasi lambat denyut jantung janin. Peningkatan ventilasi bersamaan dengan pengugunaan energi untuk mengejan selam kala II persalinan dapat meningkatkan konsumsi oksigen ibu sehingga memperburuk oksigenasi janin.

b. Fungsi kardivaskular

Curah jantung meningkat secara progresif seiring dengan semakin majunya persalinan terutama kearena nyeri persalinan(Ueland & Handsen, 1969). Telah diperkiraka bahwa setiap kontraksi uterus meningkatkan curah jantung lebih tinggi dari pada saat relaksasi uterus (Hendricks &Quilligan,1956).

c. Efek metabolik

Peningkatan aktivitas simpatis yang disebabkan nyeri persalinan dapat menyebabkan peningkatan metabolismedan konsumsi oksigen serta penurunan mortilitas saluran cerna dan kandung kemih. Nyeri dan kecemasan yang menyertai persalinan dapat menyebabakan kelambatan pengosongan lambung (Nimmo,dkk.,1975).

d. Aktifitas uterus

Nyeri persalinan dapat mempengaruhi kontraksi uterus melalui sekresi kadar katekolamin dan kartisol yang meningkat dan akibatnya mempengaruhi durasi persalinan. Noradrenalin, misalnya telah menunjukan meningkatkan aktifitas uterus sedangkan adrenalin dan kartisol menyebabkan penurunan aktifitas (Lederman ,dkk.1978) yang akan mengakibatkan persalinan lama. Nyeri juga dapat menyebabkan aktifitas uterus yang tidak terkoordinasi yang akan mengakibatkan persalinan lama.

Selain respons fisiologis terhadap nyeri yang telah dijelaskan ,nyeri persalinan juga berhubungan dengan respons perilaku yang dapat diamati misalnya vokalisasi, ekspresi wajah, gerakan tubuh dan verbalisasi. Vokalisasi mengacu pada suara yang dihasilkan sebagai respons nyeri persalinan dan dapat mencakup erangan, rintihan, dan atau jeritan dan tangisan disisi lain ekspresi wajah mungkin bukti satu – satunya bahwa wanita sedang mengalami nyeri persalinan. Bahkan sebenarnya ekspresi wajah dapat menjadi tanda yang dapat diamati pertama oleh bidan bahwa wanita dalam keadaan distress walaupun hal itu tidak mengindikasikan bahwa dibutuhkan pereda nyeri (McCrea,1996) ekspresi wajah yang berhubungan dengan nyeri persalinan mencakup gigi yang dikatupkan, bibir yang terkatup erat, mata terpejam rapat – rapat dan otot rahang mengeras gerakan tubuh seperti imobilisasi, otot yang tegang dan kegelisahan juga perilaku yang berhubungan atau sebagai respons terhadap nyeri. Beberapa wanita dapat merasakan bahwa mereka harus berjalan mengatasi nyeri sedangkan wanita lain merasa berbaring ditempat tidur lebih dapat diterima sebagian wanita dapat memeluk diri erat-erat saat kontraksi, perilaku ini merupakan tanda yang bergantung pada respons individu wanita terhadap nyeri selama kontraksi uterus.

6. Metode Pengendalian Nyeri Bukan Farmakologis

a. Relaksasi

Relaksasi adalah teknik untuk mencapai kondisi rileks. Maksudnya ketika seluruh sistem saraf, organ tubuh, dan panca indra kita beristirahat untuk melepaskan ketegangan yang ada, kita pada dasarnya tetap sadar salah satu cara yang paling umum gunakan adalah control pernapasan. Dengan menarik nafas dalam – dalam kita mengalirkan oksigen ke darah yang kemudian dialirkan ke seluruh bagian tubuh. Hasilnya kita menjadi lebih tenang dan stabil.

b. Psikoanalgesia

Pada dasarnya cara yang dilakukan adalah melatih ibu agar mempunyai respon yang positif terhadap persalinan sehingga nyeri persalinan tidak menimbulkan hal-hal yang mempersulit lahirnya bayi. Latihan-latihan yang diberikan dapat dengan mengadakan latihan pernapasan ataupun dengan melakukan konsentrasi pada saat persalinan. Latihan pernapasan pada persalinan kadang-kadang dapat pula b.menimbulkan hyperventilasi pada ibu.

c. Hipnosis

Adalah suatu proses sederhana agar diri kita berada pada kondisi rileks, tenang dan terfokus guna mencapai suatu hasil atau tujuan.

d. Imajinasi

Imajinasi terbimbing melibatkan wanita yang menggunakan imajinasi untuk mengontrol dirinya. Hal ini dicapai dengan menciptakan bayangan yang mengurangi keparahan nyeri.

e. Akupresur

Merupakan salah satu teknik nonfarmakologi yang paling efektif dalam manajemen nyeri persalinan. Akupresur disebut juga akupunktur tanpa jarum, atau pijat akupunktur. Teknik ini menggunakan tenik penekanan, pemijatan, dan pengurutan sepanjang meridian tubuh atau garis aliran energi. Teknik akupresur ini dapat menurunkan nyeri dan mengefektifkan waktu persalinan.Akupuntur lasik mendapat dasar teori dari pengobatan cina tradisional. Konsep pentingnya adalah bahwa kesehatan bergantung pada keseimbangan antara kekuatan energy yang berlawanan, sehingga sakit – sehat atau penyakit diakibatkan oleh ketidakseimbangan energi (Arthurs,1994).

f. Masasse

Masase adalah melakukan tekanan tangan pada jaringan lunak, biasanya otot, atau ligamentum, tanpa menyebabkan gerakan atau perubahan posisi sendi untuk meredakan nyeri ,menghasilkan relaksasi, dan / atau memperbaiki sirkulasi. Masase adalah terapi nyeri yang paling primitif (lee,dkk.1990:1777) dan menggunakan refleks lembut manusia untuk menahan, menggosok, atau meremas bagian tubuh yang nyeri.

BAB III

SINTESA DAN INTERPRETASI

A. Tinjauan tentang klien

1. Data demografi

Nama : Ny “M” / Tn ”S”

Umur : 29 thn / 30 thn

Nikah/lamanya : ± 1 thn

Suku : Makassar / Makassar

Agama : Islam / Islam

Pendidikan :D3 / SMA

Pekerjaan : Guru / wiraswasta

Alamat : jln. Poros limbung - gowwa

2. Riwayat kesehatan

a. Riwayat kesehatan masa lalu

Ibu tidak pernah menderita penyakit serius, hipertensi, DM, Jantung, paru-paru dan penyakit serius lainnya.

b. Riwayat kesehatan keluarga

· Tidak ada riwayat dalam keluarga yang menderita penyakit menular

· Pola hidup keluarga sehat

· Tidak ada keluarga yang menderita penyakit keturunan

c. Riwayat obsetri dan ginekologi

Ibu tidak pernah menderita penyakit kandungan seperti polip, tumor, kanker dan penyakit kandungan lainnya.

d. Riwayat persalinan lalu : -

e. Riwayat psikososial

· Ibu dan suami sangat mengharapkan bayinya lahir dengan selamat

· Ibu dan suami berserah diri pada Tuhan

· Biaya persalinan ditanggung oleh suami

· Ibu tergolong keluarga yang mampu

· Ibu dan keluarga merupakan keluarga yang taat pada agama yang dianutnya

3. ROS (Pemeriksaan Fisik)

a. Kepala : kulit kepala bersih, rambut lurus dan hitam

b. Wajah : tidak terdapat oedema dan cloasma pada wajah

c. Mata : conjungtiva merah muda, sclera tidak ikterus

d. Hidung : tidak ada polip

e. Mulut : keadaan bibir lembab, tidak ada gigi caries dan tanggal.

f. Telinga : tidak ada secret

g. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, limfe dan vena jugularis.

h. Payudara : hyperpigmentasi pada areola mammae, putting susu menonjol, tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri tekan.

i. Abdomen : tidak tampak luka bekas operasi, tonus otot perut tampak tegang,palpasi Leopold I : 3jrbpx, Leopold II : Pu-ka, Leopold III : kepala, Leopold IV : BDP, Auskultasi DJJ terdengar jelas 135x/i.

j. Vulva : tampak pelepasan lendir dan darah.

k. Ekstrimitas : tidak ada oedema, tidak ada varices, refleks patella (+).

4. Test laboratorium :

a. Hemoglobin : 10,8 gr %

b. Albumin : (-)

c. Reduksi : (-)

B. Interpretasi kasus

;;;;;;;;;;;;;;;;;;

C. Masalah yang ditangani

1. Nyeri selama persalinan

2. Gangguan istirahat dan pola makan

3. Kecemasan menghadapi proses persalinan

BAB IV

PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Rancangan pemecahan masalah

1. Prioritas masalah 1

Nyeri selama persalinanan

a. Tujuan

1) Tujuan umum

Mengurangi nyeri yang dirasakan klien selama persalinan

2) Tujuan khusus

b. Rencana intervensi

1) Jelaskan pada ibu tentang proses nyeri yang dirasakan adalah hal yang fisiologi atau normal.

Rasional : Dengan memberikan penjelasan, klien dapat mengerti tentang kondisinya.

2) Jelaskan pada klien penyebab nyeri yang dirasakan.

Rasional : agar klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dirasakan.

3) Ajarkan klien teknik relaksasi dan pengaturan nafas terutama saat timbul his.

Rasional : pada saat kontraksi terjadi ketegangan yang hebat, ketegangan ini akan berkurang dengan adanya pengaturan nafas terutama pada saat pengeluaran nafas melalui hidung.

4) Beri usapan / massase untuk merangsang serabut saraf berdiameter besar.

Rasional : impuls rasa nyeri dapat diblok dengan memberikan rangsangan pada saraf berdiameter besar yang menyebabkan gate control tertutup, dan rangsangan sakit tidak dapat diteruskan ke cerebral cortex.

5) Alihkan perhatian klien pada hal lain, seperti mengajaknya bercakap – cakap.

Rasional : dengan mengajaknya bercakap – cakap, pikiran klien tidak hanya berfokus pada nyeri yang dirasakannya.

c. Pelaksanaan

1) Menjelaskan pada klien bahwa nyeri yang dirasakan

merupakan hal yang fisiologis atau normal.

Hasil : klien mengerti dengan penjelasan yang diberikan

2) Menjelskan pada klien penyebab dari nyeri yang dirasakan

Hasil : klien mengerti dan mulai mencoba beradpatasi dengan nyeri yang dirasakannya.

3) Mengajarkan ibu teknik relaksasi dan pengaturan nafas

terutama saat His timbul.

Hasil : klien mengerti dan melksanakannya.

4) Memberikan usapan / masasse pada klien dengan menekan

sacrum secara mantap dengan telapak tangan.

Hasil : ibu berbaring miring, kemudian sacrum klien ditekan secara mantap dengan telapak tangan, lepas dan di tekan berulang - ulang.

5) Mengalihkan perhatian klien dengan mengajaknya bercakap –

cakap.

Hasil : perhatian klien teralihkan

2. Prioritas masalah 2

Gangguan isturahat dan pola makan

a. Tujuan

1. Tujuan umum

Gangguan istirahat dan pola makan dapat teratasi

2. Tujuan khusus

a) Agar ibu tidak merasa letih karena kurang istirahat

b) Agar ibu memiliki tenaga dan kekuatan dalam proses persalinan

c) Agar ibu tidak mengalami dehidrasi kerana kurangnya input makan dan minuman.

b. Rencan intervensi

1) Anjurkan pada ibu untuk makan dan minum secukupnya

Rasional : dengan hidrasi yang cukup dapat menambah tenaga dan kekuatan klien dalam menghadapi proses persalinan.

2) Anjurkan klien untuk istirahat yang cukup

Rasional : dengan istirahat istirahat yang dapat mengurangi beban kerja jantung.

3) Anjurkan klien / keluarga untuk mengganti pakian dan sarung klien apabila basah.

Rasional : pakian dan sarung yang basah mengakibatkan ibu merasa tidak nyaman untuk beristirhat

4) Beri penjelasan pada klien bahwa input makanan dan minuman yang adekuat dapat membantu memberikan kekuatan pada klien pada saat mengedan.

Rasional : kekuatan mengeddan yang bagus dapat mempercepat proses kala II.

c. Pelaksanaan

1) Menganjurkan klien untuk makan dan minum secukupnya

Hasil : ibu mengerti dan mau melaksanakannya

2) Menganjurkan klien untuk istirahat secukupnya

Hasil : ibu mengerti dan mau melaksanakannya

3) Menganjurkan klien/ keluarga untuk mengganti sarung dan

pakian apabila lembab atau basah.

Hasil : ibu mengerti dan mau melaksanakannya.

3. Prioritas Masalah 3

Kecemasan klien mengahadapi proses persalinan

a. Tujuan

1) Tujuan umum

Klien tidak mengalami kecemasan dalam menghadapi proses

Persalinan.

2) Tujuan khusus

a) Agar TTV (Tekanan darah, nadi, suhu, pernapasan) klien

tidak meningkat akibat adanya kecemasan.

b) Agar klien lebih tenang dan rileks dalam menghadapi

proses persalinan.

b. Rencana intervensi

1) Beritahu klien tentang kemajuan persalinannya

Rasional : Dengan memberitahu kemajuan persalinannya,klien

merasa lebih tenang.

2) Anjurkan orang – orang terdekat klien untuk mandampinginya selama proses persalinan.

Rasional : dengan ditemani oleh orang – orang terdekatnya klien dapat berbagi dan tidak merasakan kesepian.

3) Berikan dukungan emosional pada klien

Rasional : dukungan emosional yang kuat dari bidan dapat meningkatkan kepercayaan diri klien dalam menghadapi proses persalinan.

4) Berikan sugesti positif pada klien bahwa ia mampu melewati proses persalinan dengan lancar.

Rasional : sugesti – sugesti yang positif dapat meningkatkan kepercayaan diri klien.

c. Pelaksanaan

1) Memberitahukan klien tentang kemajuan persalinannya

Hasil : klien mengerti

2) Menganjurkan orang – orang terdekat klien untuk

mandampinginya selama proses persalinan

hasil : klien ditemani oleh suaminya.

3) Memberikan dukungan emosional pada klien

Hasil : klien merasa lebih optimis ketika diberi dukungan

emosional

4) Berikan sugesti positif pada klien bahwa ia mampu melewati proses persalinan dengan lancar

Hasil : ibu mengerti

MANAJEMEN KEBIDANAN PADA Ny ”M”

DALAM MENGURANGI NYERI SELAMA PERSALINAN

DI RSIA PERTIWI MAKASSAR

ANGGAL 18 APRIL 2010


OLEH :

SITI NUR FATHONAH

07192

AKADEMI KEBIDANAN MAKASSAR

2010